Wednesday 20 May 2009

MENATA PERKAWINAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Telah Diterbitkan pada AL-AHKAM Jurnal Hukum, Sosial dan Keagamaan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2008.

Wazin Baihaqi

MENATA PERKAWINAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

ABSTRAK
Menata perkawinan dapat dilakukan dengan 2 langkah. Pertama, dengan menetapkan manajemen rumah tangga. Kedua, menetapkan pola pembinaan keluarga. Manajemen merupakan istilah keilmuan yang menunjuk pada usaha untuk mengelola organisasi secara sistematis . Dalam skala yang lebih luas organisasi yang dimaksud bukan hanya organisasi formal atau perusahaan tetapi juga mencakup semua bentuk kelompok sosial termasuk rumah tangga (keluarga).
Manajemen rumah tangga Islam mencakup 2 aspek pokok yaitu: Pertama, pembagian peran dalam rumah tangga yang merujuk pada konsep yang lebih prinsipil yang mengacu pada sistem nilai rumah tangga Islami. Kedua, perencanaan keuangan dalam rumah tangga Islam.
Pembagian peran dalam rumah tangga Islam mengacu pada penetapan suami (ayah) sebagai pemimpin dalam rumah tangga. Sedangkan perencanaan keuangan merupakan perhitungan rasional tentang anggaran rumah tangga dan motivasi religius dalam konsumsi seperti penetapan skala prioritas sesuai kebutuhan bukan berdasarkan keinginan, pilihan barang yang dikonsumsi dengan menghindari barang yang haram dan menjauhi sikap boros.
Pembinaan dalam keluarga sudah dimulai justru sejak pemilihan jodoh. Hendaknya setiip laki-laki dan perempuan muslim memilih pasangan dengan mengutamakan yang baik agamanya. Pembinaan diawali dari pemahaman tentang konsep perkawinan Islam, pemahaman tentang status dan peran-perannya dalam rumah tangga, penyesuaian masing-masing pasangan dan pola pendidikan anak.
Semua langkah-langkah penataan perkawinan ini ditujukan untuk terciptanya kondisi perkawinan yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
Kata Kunci: Menata Perkawinan, Perspektif Islam.

A. Pendahuluan

Jika dua orang atau lebih berkeinginan untuk menggabungkan diri dalam suatu kelompok, maka langkah awal yang perlu dilkukan adalah dengan membentuk kesepakatan-kesepakatan. Dengan kesepakatan yang dibentuk bersama setiap orang tidak dapat berbuat sekehndak hatinya hingga mengganggu kenyamanan dan kepentingan orang lain. Demikianlah kesepakatan dibuat demi integritas sebuah kelompok.Kesepakatan ini mencakup hak, kewajiban sangsi hukum serta mencakup kedudukan dan peran. Gejala sosial ini terjadi pada setiap kelompok sosial manapun termasuk keluarga.Tulisan ini membahas bagaimana sebaiknya menata perkawinan (keluarga) dengan membentuk kesepkatan-kesepakatan tersebut.
Seperti semua bentuk kelompok sosial manapun, kesepakatn-kesepkatan yang dilakukan dalam perkawinan dibuat demi menjaga integritas (keutuhan) keluarga dengan tujuann akhir terciptanya kondisi rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
Untuk hal-hal yang lebih prinsipil, mungkin kesepakatan perlu dibuat ketika proses ta’aruf (pendekatan, penjajagan). Dalam proses ta’aruf inilah sebaiknya bnyak dilakukan dialog untuk mengetahui sejauhmana prinsip-prinsip calon pasangan dapat sejalan.
Pasangan yang ingin menciptakan perkawinan yang ilamis senantiasa harus merujuk pada Al Qur’an dan Sunnah. Dalam persiapan perkawinan, masing-masing calon pasangansebaiknya lebih banyak mengetahui bgaimana sebenarnya perkawinan islamis itu. Penjelasan-penjelasan dalam tulisan ini setidaknya dapat memberi informasi awal untuk sampai pada pemahaman yang lebih dalam tentang konsep perkawinan Islam.
Bagi muslim dan muslimah yang sudah menikah, tulisan ini kiranya dapat menghangatkan ingatan untuk memabangun kembali kesadaran yang sekian lama tenggelam dalam rutinitas yang padat dan penuh tuntutan.

B. Kesepakatan-kesepakatan Dalam Perkawinan

1. Manajemen Rumah Tangga

Manajemen dapat diartikan sebagai pengelolaan organisasi yang terkoordinir. Manajemen berhubungan dengan penetapan usaha untuk mencapai sasaran-sasaran atau target-target tertentu. Pada umumnya istilah dan pemahaman tentang manajemen dipakai pada organisasi-organisasi formal seperti perusahaan, institusi pemerintah, lembaga-lembaga sosial dan sejenisnya. Tetapi sebenarnya setiap organisasi atau kelompok apapun, baik kelompok formal maupun isformal pasti memerlukan manajemen yang baik, selama kelompok tersebut memiliki sasaran-sasaran yang ingin dicapai.
Keluarga atau rumah tangga sebagai sebuah kelompok informal, juga memerlukan manajemen (pengelolaan) yang baik untuk mencapai tujuan-tujuannya. Sasaran-sasaran yang ingin dicapai keluarga dapat bersifat kualiltatif maupun kuatitatif. Tujuan yang bersifat kualitatif misalnya terpenuhinya kebutuhan emosional anggota keluarga seperti perasaan dicintai, rasa aman, empati, toleransi dan sebagainya. Tujuan-tujuan yang bersifat kuantitatif merupakan target-target yang dapat diukur secara pasti misalnya usaha untuk meningkatkan pendapat hingga jumlah tertentu, target pendidikan anak-anak, peningkatan fasilitas dalam rumah yang menunjang kemudahan pekerjaan (misalnya mobil, barang-barang elektronik dan alat-alat kebutuhan rumah tangga).
Ada beberapa langkah yang harus dirumuskan untuk mencapai manajemen (pengelolaan) yang baik dalam rumah tangga yaitu: Pertama, pembagian peran dalam rumah tangga. Pembagian peran berawal dari konsep yang lebih prinsipil yang didasari pada sistem nilai tertentu sampai pada pembagian tugas harian. Layaknya sebuah kelompok, keluarga memiliki strukturnya sendiri. Adanya pemimpin dalam kelompok merupakan sebuah keharusan demi keteraturan dan kestabilan kelompok tersebut. Di dalam Islam, kepemimpinan dalam runah tangga dibebankan kepada suami (ayah). Dari aspek spiritual suami (ayah) lebih berperan sebagai kontrol terhadap moral anggota keluarganya. Sedangkan dari aspek ekonomi, suami (ayah) wajib menafkahi isteri dan anak-anaknya. Tanggung jawab ekonomi suami (ayah) lebih bersifat kontekstual. Artinya masih dapat ditafsirkan lagi sesuai kasus dan situasi social yang terjadi, misalnya suami sakit atau mengalami PHK (pemutusan HUbungan Kerja) sehingga tidak dapat menanggung beban ekonomi keluarga. Pada kasus lain, misalnya penghasilan suami (ayah) tidak mencukup untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sehingga anggota keluarga lain ikut membantu mencari nafkah. Penetapan peran sebagai pemimpin keluarga yang dibebankan kepada suami (ayah) tidak hanya bermakna sosial (untuk kestabilan keluarga sebagai sebuah kelompok) tetapi juga bersifat sakral. Di dalam Islam kepemimpinan suami (ayah) dalam keluarga akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat nanti demikian juga dengan peran-peran isteri (ibu).
Selanjutnya pembagian peran dalam rumah tangga hendaknya diterjemahkan lagi dalam konteks keseharian yang lebih operasional, misalnya pembagian peran dalam pekerjaan ruah tangga. Setiap keluarga memiliki kebiasaan yang berbeda-beda dalam menangani pekerjaan-pekerjaan rumah tangganya setiap hari. Misalnya pada pasangan yang kedua-duanya bekerja di luar rumah dan tidak memiliki pembantu rumah tangga, maka pekerjaan rumah dapat dibagi dengan adil disesuaikan dengan beban kerja dan jam kerja luar rumahnya. Anak-anak pun perlu mendapat pembagian tugas pekerjaan rumah yang disesuaikan dengan jam sekolah dan jam belajarnya. Dengan pembagian tugas di dalam rumah, maka pekerjaan-pekerjaan rumah tangga akan lebih mudah diatasi sekaligus mengajari anak-anak agarlebih mandiri. Jika rumah tangga mampu mengupah pembantu rumah tangga, maka orang tua dapat lebih fokus pada tugas-tugas yang tidak bisa digantikan oleh orang lain seperti relasi yang lebih intim dengan anak-anak, dan tugas-tugas yang berkaitan dengan peran-perannya sebagai suami dan isteri.
Kedua, perencanaan keuangan rumah tangga. Setiap pasangan perlu memiliki rencana keuangan rumah tangga untuk kehidupan yang lebih baik dan terkendali. Menurut survey yang dilakukan Sun Life Financial Indonsia terhadap pasangan suami isteri kalangan menengah atas berusia 30-44 tahun, di Jakarta dan Surabaya, tahun 2002, 85% dari mereka memiliki perencanaan keuangan dan 74% nya hanya merencanakan untuk jangka waktu 1 bulan[1]. Menurut konsultan perencanaan keuangan Safir Senduk, perencanaan keuangan adalah proses untuk mencapai tujuan-tujuan keuangan yang diinginkan, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang[2]. Tujuan-tujuan keuangan tersebut antara lain mempersiapkan dana pendidikan anak, masa pensiun, membeli rumah, meningkatkan investasi dan sebagainya. Sebenarnya perencanaan keuangan bulanan saja tidak cukup. Mengapa? Karena kebutuhan hidup tidak melulu merupakan kebutuhan rutinitas seperti rekening listrik, tagihan telepon dan sebagainya. Ada beberapa kebutuhan yang bersifat incsdental (tidak rutin) tetapi harus dipenuhi seperti biaya pendidikan anak masuk sekolah, biaya persalinan dan biaya tak terduga lainnya. Selain itu mungkin ada rencana-rencana lain seperti seperti renovasi rumah, membeli barang elektronik atau kebutuhan untuk hari-hari istimewa seperti hari raya atau khitanan.
Dengan adanya perencanaan keuangan, kehidupan ekonomi rumah tangga menjadi lebih terkendali, karena rumah tangga memiliki alasan yang kuat untuk apa menyimpan uang dan mengapa membeli suatu barang. Perencanaan keuangan akan membuat orang terhindar dari pemborosan dan tejerat hutang. Berikut beberapa saran dalam melaksanakan perencanaan keuangan:
1. Biaya pengeluaran rutin harus dari penghasilan rutin (penghasilan tetap). Sebaiknya rumah tangga mempersiapkan pembayaran rekening bulanan untuk bulan depan dari penghasilan riitn bulan ini, misalnya membayar rekening bulanan bulan agustus dari penghasilan tetap bulan juli. Siapkan beberapa amplop untuk setiap pengeluaran rutin yang harus dibayarkan. Selain itu dianjurkan untuk mengalokasikan tabungan sebagai pos pengeluaran rutin tiap bulan. Tabungan ini dapat digunakan sebagai dana cadangan atau investasi di masa depan.
2. Jangan menggunakan penghasilan rutin (pendapatan tetap) untuk pengeluaran di luar anggaran. Sebaiknya tundalah pengeluaran tersebut sampai punya kelebihan uang atau jika tidak dapat dihindari (misalnya terkena musibah) maka gunakanlah tabungan.
3. Siapkan dana pendidikan anak. Dana pendidikan anak dapat diperoleh dari tabungan yang memang dipersiapkan untuk itu.
4. Carilah penghasilan tambahan. Penghasilan tambahan perlu diusahakan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi rumah tangga. Apalagi jika pengeluaran rutin tidak dapat diatasi oleh penghasilan rutin.
Yang perlu diperhatikan oleh setiap rumah tangga adalah tindakan mengkonsumsi. Kesulitan bagi setiap rumah tangga adalah mengurangi pengeluaran rutin. Yang sering terjadi justru sebaliknya pengeluaran rutin meningkat, sementara penghasilan rutin tidak meningkat. Meningkatnya pengeluaran rutin bisa disebabkan kasus-kasus tertentu, misalnya meningkatnya biaya pendidikan anak seiring dengan peningkatan jenjang pendidikan, bertambahnya anggota keluarga atau keinginan menikmati fasilitas-fasilitas tertentu seperti rekreasi. Tetapi meningkatnya pengeluaran rutin belum tentu disebabkan karena rumah tangga lebih banyak melakukan tindakan konsumsi. Boleh jadi tindakan konsumsi tidak meningkat tetapi harga-harga barang konsumsilah yang meningkat sehingga pengeluaran rutin untuk konsumsi ikut meningkat, misalnya kenaikan harga BBM mempengrauhi kenaikan harga barang-barang pokok dan jasa.
Ekonomi rumah tangga memiliki kecenderungan pola konsumsi tertentu. Jika rumah tangga memiliki penghasilan lebih, cenderung lebih banyak dialokasikan untuk konsumsi bukan pada tabungan atau investasi, tetapi jika penghasilan berkurang maka sulit untuk mengurangi konsumsi sehingga harus mengurangi alokasi untuk tabungan atau justru mengambil tabungan untuk menutupi kebutuhan konsumsi[3]. Yang dimaksud dengan konsumsi adalah penggunaan akhir barang-barang dan jasa-jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pengurangan barang dan jasa tersebut memiliki pengertian pengurangan utility (guna) barang dan jasa tersebut. Membeli sayuran dan buah-buahan untuk dimakan berarti tindakan mengkonsumsi. Jika seseorang membeli mobil untuk kemudahan dan kepentingan pribadinya maka itu pun merupakan tindakan mengkonsumsi, karena mengendarai mobil berarti mengurangi guna (utilty) barang. Tetapi mengkonsumsi makanan tentu berbeda dengan mengkonsumsi mobil. Jika makanan, guna barangnya habis dalam jangka pendek, sedangkan guna (utility) mobil habis dalam jangka waktu lama, bahkan dapat dianggap sebagai investasi karena memiliki nilai jual yang tinggi. Harga mobil bekas tentu lebih murah disbanding mobil baru karena guna (utility) mobil tersebut sudah berkurang.
Membuat rencana pengeluaran sangatlah penting dalam ekonomi rumah tangga. Rencana pengeluaran dapat dibuat dalam periode tertentu misalnya perminggu atau perbulan. Manfaat dari rencana pengeluaran adalah agar dapat mengontrol pengeluaran. Dengan rencana pengeluaran, ekonomi rumah tangga akan lebih terfokus pada skala prioritas dalam mengkonsumsi. Pada akhir periode tertentu hitunglah rencana pengeluaran dengan pelaksanaan pengeluaran, agar dapat dievaluasi apakah pengeluaran yang dilakukan sesuai dengan rencana pengeluaran yang tel;ah ditetapkan. Dengan demikian rumah tangga dapat mengetahui sejauhmana kemampuannya dalam mengendalikan pengeluaran dan menghitung biaya tak terduga dalam periode tertentu.
Apabila pendapatan lebih kecil maka prosentase untuk konsumsi lebih besar. Satu contoh kasus, apabila seseorang (rumah tangga) memiliki pendapatan Rp 5.000.000,00 perbulan mungkn ¾ dari pendapatan dialokasikan untuk konsumsi sehingga kecenderungan alokasi pada tabungan hanya ¼ dari pendapatan. Tetapi jika pendapatan Rp 10.000,00 perbulan kemungkinan alokasi untuk konsumsi hanya ½ dari pendapatan sehingga setengah dari pendapatan dapat ditabung. Demikian juga bila pendapatan meningkat maka kecnderungan konsumsi rata-rata turun. Satu contoh kasus, apabila pendapatan Rp 10.000.000,00 perbulan seseorang (rumah tangga) akan mengalokasikan untuk konsumsi sebanyak Rp. 5000.000,00, tetapi ketika pendapatan meningkat Rp 10.700.000,00 mungkin seseorang (rumah tangga) akan mengkonsumsi sebesar Rp5.200.000,00 (jadi persentase peningkatan pengeluaran konsumsi lebih kecil dari persentase peningkatan pendapatan), sehingga alokasi dana untuk tabungan bertambah. Kemungkinan-kemungkinan ini berlaku apabila tingkat konsumsi stabil (tetap). Terkadang tingkat konsumsi tidak stabil atau terjadi peningkatan pengeluaran konsumsi. Mungkin saja pengeluaran konsumsi meningkat karena kenaikan yang cukup signifikan pada barang-barang konsumsi atau meningkatnya biaya pendidikan anak-anak dari tahun ke tahun.
Kemungkinan yang terjadi pada rumah tangga yang memiliki pendapatan yang rendah adalah pengeluaran konsumsi lebih besar dari pendapatan. Dalam kondisi demikian mungkin rumah tangga akan berhutang atau menarik tabungannya. Micawaber seorang ahli ekonomi, mengatakan bahwa setiap orang memerlukan konsumsi dan jarang sekali atau hampir tidak ada orang yang mengkonsumsi lebih besar dari pendapatannya untuk selamanya[4]. Sehingga dalam jangka panjang tidak ada orang mengkonsumsi melebihi total pendapatannya. Apabila pendapatan nol, maka tidak mungkin konsumsi nol, bila ini terjadi berarti kelaparan dan mati. Sistem sosial biasanya mengatasi hal ini dengan jaminan sosial atau kemurahan hati orang yang mampu sehingga konsumsi tidak nol. Dalam kondisi demikian berarti pendapatan tidak nol, meskipun pendapatan itu diperoleh dari belas kasihan pihak-pihak tertentu. Berkaitan dengan kemampuan sistem sosial dalam mengatasi kemiskinan, Islam memerintahkan agar setiap rumah tangga muslim menyisihkan sebagian pendapatannya untuk sedekah dan zakat. Dalam hal ini tentu saja sedekah dan zakat termasuk dalam anggaran pengeluaran konsumsi, mengingat secara ekonomi dianggap sebagai “pembelanjaan” atau “mengurangi” pendapatan.
Bagi rumah tangga muslim, motivasi religius tidak hanya terlihat dari alokasi dana untuk sedekah dan zakat tetapi juga pada pilihan barang-barang yang akan dikonsumsi misalnya menghindari makanan yang haram atau subhat. Selain itu menghindari pemborosan dan usaha untuk mengontrol keuangan tidak hanya dilatarbelakangi alasan-alasan rasional, tetapi juga bernilai religius, karena Islam tidak menyukai orang yang bersikap boros. Perlu pula dipahami oleh setiap rumah tangga muslim bahwa tingkat kepuasan dalam mengkonsumsi barang atau jasa sebaiknya tidak didasarkan pada keinginan tetapi didasarkan pada kebutuhan. Dengan bersandar pada asumsi ini maka skala prioritas yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan, merupakan hal yang lebih utama dari pada pemenuhan keinginan.
Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa manajemen rumah tangga menyangkut 2 aspek pokok yaitu pembagian peran yang jelas dalam rumah tangga dan pengelolaan keuangan dalam rumah tangga. Dua aspek pokok ini harus dibicarakan secara terbuka antara suami dan isteri sehingga menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang jelas. Beberapa konflik yang terjadi dalam rumah tangga justru disebabkan karena tidak adanya kesepakatan yang jelas dalam 2 aspek pokok ini.

2. Pembinaan Dalam Keluarga

Sejak kapankah pembinaan keluarga dimulai? Pembinaan keluarga dimulai sejak seseorang memilih jodohnya. Ketika seseorang memilih jodohnya, tentunya pilihan itu diharapkan merupakan pilihan yang tepat untuk dijadikan pasangan selama hidupnya. Karena itu untuk memilih pasangan hidup, tidak cukup hanya berbekal perasaan cinta. Mengapa? Karena masalah kehidupan tidak dapat diselesaikan hanya dengan perasaan cinta tetapi juga kematangan pribadi, penghayatan dan pengamalan dari sebuah sistem nilai dan pertimbangan rasional.
Dengan pemahaman dan kesadaran bahwa pembinaan dalam keluarga dimulai sejak memilih jodoh maka seseorang akan berhati-hati dalam menentukan pasngan hidupnya. Dalam hadist dinyatakan:
“Janganlah kalian mengawini karena kecantikannya, mungkin kecantikan itu akan mencelakakan. Dan janganlah kamu kawini wanita karena hartanya, mungkin hartanya itu bisa menyombongkannya. Akan tetapi kawinilah mereka karena agamanya, sesungguhnya hamba sahaya yang hitam warna kulitnya tetapi beragama, itu lebih baik utama”. (R. Ibnu Majah Al Bazzar dari Al Baihaqi dari Abdullah bin Umar[5].
Ibu adalah lingkungan pertama bagi anak-anak, yang memberikan peranan penting bagi pembantukan karakter seorang anak. Kaena itu pilihlah seorang isteri yang beragama agar anak-anak kelak manjadi orang-orang yang taat beragama.
Walaupun ajaran Islam memerintahkan untuk memilih calon isteri yang taat beragama, tetapi bukan berarti tidak menghargai kecenderungan manusia terhadap hal-hal yang bersifat fisik ataukebendaan. Ketika Nabi didatangi oleh Al Mughirah bin Syu’bah yang memberitakan bahwa ia telah meminang seorang wanita, maka nabi bersabda;”Lihatlah dulu, karena hal itu dapat mengekalkan perkawinan antara kalian berdua’. (R. An Nasai dan At Turmudzi)[6]. Dengan demikian rasa cinta atau syahwat yang merupakan unsur manusiawi, turut menjadi pertimbangan. Tetapi Islam melarang setiap muslim mengawini wanita semata-mata mengharapkan harta dan kedudukan tanpa memperhatikan agama dan akhlaknya. Dalam hadist dinyatakan:
“Barang siapa mengawini seorang wanita karena kemuliaannya, Allah tidak akan memberikan selain kehinaan. Barang siapa mengawini seorang wanita karena hartanya, Allah tidak akan memberikan selain kemiskinan. Barang siapa mengawini wanita karena kecantikannya, Allah tidak akan memberikan selain kerendahan. Dan barang siapa mengawini wanita tidak mengharapkan sesuatu selain ingin mengekang hawa nafsu dan memelihara farjinya atau karena ingin mengikat tali silaturahmi maka Allah akan memberikan berkah kepada suami dari isterinya dan isteri dari suaminya.[7]
Unsur utama dalam pembinaan keluarga muslim adalah isteri yang shalihah. Untuk perempuan tentu saja keutamaannya adalah memilih suami yang baik akhlak dan agamanya. Adapun kewajiban orang tua yang memiliki anak perempuan adalah mendidiknya menjadi anak shalihah dan menikahkannya dengan laki-laki yang baik akhlak dan agamanya. Pada jaman sekarang ini pada umumnya anak perempuan memilih calon suaminya sendiri. Karena itu orang tua wajib membimbing dan mengarahkan anak perempuannya agar memilih calon suami dengan mengutamakan agamanya. Rasulallah bersabda: “Apabila ada yang meminang anak gadismu dan kamu senang pada agama dan akhlaknya, maka kawinkanlah. Kalau tidak kamu lakukan sama saja dengan menjadikan fitnah di muka bumi dan menimbulkan kerusakan yang luas”[8].
Suami adalah pemimpin keluarga. Apa jadinya jika seorang perempuan dipimpin oleh laki-laki yang dangkal imannya. Alih-alih membimbing isteri agar menjadi perempuan shalihah, kedangkalan iman akan membuat suami berbuat semena-mena dalam memimpin keluarga, tidak merujuk pada konsep rumah tangga Islam yang akhirnya akan menimbulkan konflik dan keputusasaan bagi isteri. Beberapa kasus yang dilakukan oleh perempuan seperti seperti kasus bunuh diri, membunuh anak-anaknya atau membunuh suaminya, disebabkan keputusasaan dan kekecewaan yang dipendam sedemikian rupa sehingga meledak menjadi perilaku agresif yang tidak terkontrol. Hal ini juga disebabkan karena ketidakberdayaan menghadapi dominasi (suami) yang justru melakukan tindakan tidak bertanggung jawab sehubungan dengan peran-perannya sebagai kepala/pemimpin keluarga. Betapa sulit seorang perempuan beriman mempertahankan kebaikannya jika ia dipimpin oleh suami yang dangkal imannya dan buruk akhlaknya. Seorang perempuan salihah lebih baik menikah dengan laki-laki yang salih agar dapat mempertahankan dan meningkatkan keimanannya dan membentuk keluarga bahagia sejahtera. Isteri yang salihah mengakui kepemimpinan suami dan taat kepada suaminya sedangkan suami yang saleh akan mengemban tugas kepemimpinan rumah tangga dengan penuh tanggung jawab. Tentu saja suami yang saleh akan menyadari bahwa kepeimpinannya dalam keluarga merupakan tugas dan amanah dari Allah yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang laki-laki datang kepada Hasan bin Ali R.A. dan bertanya; “Anak perempuan saya dipinang oleh banyak orang. Kepada siapa saya memberikannya?”. Jawab Hasan; “Kawinkanlah putrimu dengan orang yang takwa kepada Allah. Kalau dia menyenangi putrimu maka dia akan menghormatinya dan kalau dia benci dia tidak akan mendzalimi”(Ihya Ulumud Din. 4/133)[9].
Jadi pembinaan keluarga justru dimulai sejak memilih jodoh. Selain itu kehidupan rumah tangga merupakan sebuah proses, maka senantiasa diusahakan agar roda rumah tangga tetap berjalan di atas rel nilai-nilai keislaman. Karena itu sebelum melangsungkan perkwinan hendaklah masing-masing calon pasangan membentuk kesepakatan tentang nilai dan norma yang akan mereka pakai dalam kehidupan rumah tangga. Tidak mungkin keharmonisan rumah tangga akan tercipta jika suami menempatkan diri sebagai pemimpin dalam rumah tangga tetapi isteri lebih suka mereka memposisikan diri sebagai partner saja, tidak ada yang dipimpin dan memimpin.
Keluarga merupakan sebuah sistem yang dinamis. Ia selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Masing-masing anggota keluarga berinteraksi dengan masyarakat sehingga mereka berkembang dan berubah. Untuk itu, keluarga hendaknya mampu mengatasi perubahan-perubahan tersebut. Perubahan-perubahan yang mengancam keutuhan keluarga harus mampu diantisipasi. Keluarga pun harus mampu menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang tidak dapat terhindarkan seperti, perubahan ritme kerja sehingga intensitas komunikasi berkurang, perubahan perilaku anak karena perkembangan fisik dan psikologisnya dan lain sebagainya. Dalam menghadapi perubahan-perubahan inilah pembinaan menjadi salah satu faktor yang sangat penting untuk diperhatikan demi menjaga keutuhan keluarga. Suami isteri hendaknya memiliki pengetahuan yang cukup tentang bagaimana seharusnya menciptakan rumah tangga yang islamis. Komunikasi harus senantiasa dibina, terbuka, mampu saling melemparkan kritik yang positif dan segala bentuk konflik mampu diatasi tanpa satu sama lain memendam rasa tidak puas. Suami isteri pun hendaknya belajar untuk mengekspresikan rasa cintanya melalui perilaku untuk merawat cinta kasih mereka. Suami sebagai kepala keluarga berkewajiban membimbing isterinya, tetapi juga dapat menerima saran-saran dari isteri, bahkan dapat belajar dari isteri untuk hal-hal yang positif.
Pembinaan keluarga tidak hanya menyangkut relasi suami isteri tetapi juga relasi antara orang tua dan anak. Ketika seorang anak masih kecil, kontrol terhadap perkembangan fisik dan perilakunya semuanya dilakukan oleh orang tua. Seiring dengan pertambahan usia seorang anak, maka kontrol orang tua terhadap anak semakin berkurang. Pada saat si anak memasuki sekolah, pada saat itu pula orang tua menyerahkan fungsi pengawasannya kepada sekolah selama beberapa jam. Selain itu anak-anak akan memiliki teman bergaul dan menerima banyak informasi dari berbagai media seperti televisi, buku/ majalah dan intenet. Semua informasi yang diterima dari luar rumah akan mejadi pembanding bagi seperangkat norma yang semula telah diterima anak dari orang tuanya. Dalam waktu yang bersamaan kontrol orang tua terhadap anak semakin berkurang. Jika penanaman nilai-nilai keagamaan di rumah lemah, maka anak-anak akan mudah labil dan memilih sistem nilai lain yang berbeda dari yang diajarkan orang tua. Karena itu perlu dicatat bahwa tujuan pendidikan anak adalah membentuk kontrol diri yang kuat pada diri si anak, sehingga ketika kontrol orang tua semakin berkurang karena usia anak yang semakin dewasa, kontrol diri mereka sudah terbentuk. Dengan demikian setiap masalah kehidupan selalu dilihat dan diselesaikan menurut nilai-nilai (keagamaan) yang diyakini.
Pendidikan pada dasarnya merupakan sebuah proses pembiasaan dan pemberian contoh yang baik. Bagi orang tua, setiap detik adalah proses mendidik. Hal-hal kecil yang nampak tak berarti seperti menyuapi balita, membimbing ke kamar mandi atau menghabiskan waktu dengan bermain bersama merupakan proses mendidik.
Ketika seorang anak dilahirkan, mulailah sebuah proses dimana seorang anak belajar menjadi anggota yang berpatisipasi dalam masyarakat. Tempat belajar yang pertama adalah rumah dimana orang tua adalah guru pertama bagi si anak. Dari rumah anak mulai belajar dan memahamai norma-norma yang harus dipatuhi, memahami peran masing-masing anggota keluarga dan mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang harus dilakukan. Pada awalnya kebiasaan-kebiasaan yang harus dilakukan seorang anak mungkin dilaksanakan dengan terpaksa karena pengawasan orang tua, tanpa pemahaman yang mendalam. Tetapi kebiasaan yang dilakukan terus menerus dalam waktu yang lama akan dijiwai (dihayati) sebagai bagian dari kepribadiannya atau jati dirinya. Seorang anak yang dibiasakan melakukan sholat lima waktu akan menjadi gelisah apabila ia lalai melakukannya. Jika anak sudah sampai pada tahap ini maka kontrol diri anak dalam hal sholat lima waktu sudah terbentuk. Karena itu orang tua wajib membimbing dan mengontrol anak untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan seperti sholat, mengaji, belajar serta perilaku dan tutur kata yang santun.
Mendidik anak tidak cukup hanya dengan nasehat dan dialog antara orang tua dan anak. Keteladanan dari orang tua merupakan metode pendidikan yang efektif. Bagaimana bisa orang tua mampu membuat anaknya rajin sholat sedang si anak seringkali melihat orang tuanya meninggalkan kewajiban sholat. Semakin besar seorang anak, frekuensi pertemuan dengan orang tuanya semakin berkurang. Dengan keterbatasan frekuensi pertemuan maka hendaknya diciptakan suasana komunikatif antara orang tua dan anak. Dialog orang tua dan anak sangat penting untuk memberi pemahaman akan nilai-nilai tertentu agar anak mengetahui norma mana yang harus mereka patuhi, misalnya tentang pergaulan remaja, cara berpakaian atau lebih jauh tentang cara pandang manusia dalam menghadapi masalah kehidupan.
Ketika anak-anak mulai mengenal lingkungan lain selain lingkungan keluarganya, mereka akan melihat dan merasakan bahwa lebih banyak norma yang harus mereka pahami dan taati. Bahkan beberapa norma atau etika pergaulan yang mereka lihat dan baca dari berbagai media mungkin bertentangan dengan norma-norma yang selama ini diajarkan orang tua. Pada titik penting ini, sepertinya seorang anak mulai memiliki pilihan, nilai-nilai mana yang akan mereka gunakan sebagai pedoman dalam mensikapi kehidupan. Ketika godaan datang karena lingkungan pergaulan misalnya untuk meninggalkan sholat fardhu, melakukan perzinahan atau mengkonsumsi narkoba, maka pada saat inilah control diri si anak teruji. Nilai-nilai keagamaan yang tertanam sejak kecil, remaja hingga dewasa akan menetap dalam fikiran dan hati, tidak hanya dipahami tetapi juga dijiwai sehingga sistem nilai tersebut mengendalikan sikap dan perilaku. Jadi membentuk kontrol diri anak pada dasarnya adalah tentang bagaimana sistem nilai itu ditanamkan melalui sebuah proses pendidikan sehingga sistem nilai tersebut memiliki kemampuan mengendalikan sikap dan perilaku anak.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak terdiri dari 3 unsur pokok yaitu bimbingan dan pengawasan terhadap kebiasaan-kebiasaan anak, keteladanan dari orang tua/ lingkungan terdekat dan komunikasi yang efektif sehingga pesan-pesan/ nasehat dari orang tua dapat diterima dengan baik. Apabila 3 unsur pokok ini dapat dipenuhi dalam proses pendidikan, diharapkan kontrol diri anak dapat terbentuk.

C. Tujuan Yang Ingin Dicapai Dalam Perkawinan

Seperti telah dijelaskan dalam uraian terdahulu, bahwa setiap tindakan yang dilakukan pasti memiliki motivasi dan tujuan. Manusia memiliki alasan-alasan mengapa mengapa dan untuk apa suatu tindakan dilakukan . Jika seorang laki-laki dan seorang perempuan sepakat untuk melangsungkan perkawinan maka tentu saja dilakaterbelakangi oleh motivasi-motivasi tertentu. Manusia memiliki kecenderungan untuk lebih dekat dengan lawan jenis. Perasaan cinta antar lawan jenis disahkan oleh hukum melalui perkawinan. Perkawinan merupakan legalisasi kehidupan bersama sehingga hubungan seks dianggap sah dan bukan perzinahan. Jadi pada umumnya motivasi melakukan perkawinan adalah prasaan cinta dan legalisasi hubungan seksual. Sedangkan tujuan perkawinan adalah suatu kondisi yang ingin dicapai setelah melangsungkan perkawinan. Di dalam Al Qur’an surat Ar Rum ayat 21 dinyatakan bahwa:
Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untuk mu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya. Dan dijadikanNya diantara kamu kasih dan sayang. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. [10]
Jika kecenderungan terhadap lawan jenis dan rasa cinta diantara keduanya merupakan naluri manusia, maka ikatan perkawinan merupakakn tempat untuk mewujudkannya. Rasa cinta dan pemenuhan kebutuhan seksual dalam perkawinan akan menimbulkan perasaan tentarm (sakinah). Jadi tujuan perkainan adalah terciptanya rasa tentram (sakinah).
Tujuan Perakwinan juga merupakan sebuah proses. Artinya kondisi sakinan (tentram), mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang) tidak tecipta begitu saja setelah perkawinan dilangsungkan. Kondisi sakinah dalam perkawinan banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kesamaan pemahaman tentang landasan dan konsep perkawinan serta proses adaptasi antara dua pribadi yang berbeda.
Kesamaan tentang landasan dan konsep perkawinan akan mempermudah setiap pasangan dalam melakukan pembagian peran dalam rumah tangga. Adaptasi antara dua pribadi yang berbeda memerlukan kedewasaan, empati dan tenggang rasa kedua belah pihak. Adakalanya adaptasi sulit dilakukan . Tetapi melalui proses waktu dan interaksi yang intens setiap pasangan dengan sendirinya berusaha untuk saling memahami. Pada awalnya perkawinan (biasanya 5 tahun pertama pertama masa perkawinan) masih saling mempelajari pribadi pasangannya, mempelajari komunikasi yang efektif dan ekspresif serta mulai melibatkan dan mempertimbangkan perasaan dan pemikiran pasangannya. Melalui proses ini setiap pribadi akan lebih matang dan lebih berkembang, berproses dri sifat egois (orientasi pada diri sendiri) kepada sifat altruistik (orientasi pada pihak lain dalam hal ini keluarga atau pasangannya) serta dari sifat apatis (masa bodoh) dan tidak peka menjadi empati (ikut merasakan apa yang dirasakan pasangannya). Proses pendewasaan ini termasuk juga kemampuan mengolah konflik menjadi pelajaran dan pengalaman berharga. Namum demikian bukan jaminan setelah masa 5 tahun pertama perkawinan tidak akan terjadi perceraian. Banyak sekali faktor yang menyebabkan perceraian bukan semata-mata disebabkan kegagalam proses adaptasi antara dua pribadi.
Jika kondisi perkawinan sudah sampai pada tahap sakinah, maka setiap pasangan harus menjaga kondisi tersebut melalui suatu proses interaksi yang dinamis dalam rumah tangga. Bagaimana kiranya gambaran sebuah rumah tangga yang sakinah (tentram), mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang)? Sakinah (tentram) merupakan kondisi batin dimana seseorang merasa tenang, tentram dan nyaman dengan pasangannya. Setiap pasangan akan merasa tentram apabila semua kebutuhan seksualnya dapat tersalurkan secara sehat dan baik sesuai norma yang diyakini. Secara psikologis pasangan akan merasa lebih tentram karena ada teman untuk mengarungi kehidupan bersama, mengahadapi kesulitan hidup bersama-sama dan dapat bertukar fikiran sehingga kehidupan akan dijalani dengan lebih ringan, bergairah dan menyenangkan.
Rumah akan memberi rasa tentram bagi semua anggota keluarga dan merupakan tempat paling menyenangkan setelah seharian penuh masing-masing anggota keluarga melakukan kegiatan di luar rumah, yang mungkin penuh konflik dan persaingan. Rumah bagi keluarga sakinah adalah tempat yang paling tulus menerima setiap pribadi apa adanya, sebuah tempat yang paling jujur memberi pujian ataupun kritikan dan saling mengisi satu sama lain.
Pada umumnya perkawinan dilandasi dengan rasa cinta (mawaddah). Tetapi cinta dalam perkawinan ibarat sebuah pohon. Ia harus dipelihara dan diarawat hingga tubuh subur. Perasaan manusia kadang-kadang sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi. Perasaan cinta bisa saja luntur atau hilang karena pasangan suami isteri tidak dapat menyelesaikan konflik-konflik yang mereka alami atau juga karena faktor-faktor lingkungan luar. Yang harus dilakukan oleh suami isteri untuk merawat cinta kasih diantaranya adalah:
1. Mampu mengelola konflik rumah tangga.
2. Mampu menjalin komunikasi efektif antara suami isteri.
3. Mampu mengekspresikan rasa cinta melalui komunikasi, bahasa tubuh dan perhatian.
4. Berpegang teguh pada nilai-nilai perkawinan yang diyakini dan disepakati antara suami isteri seperti nilai-nilai ketuhanan dalam perkawinan, kesetiaan dan tanggung jawab.
Adapun rahmah (kasih sayang) selayaknya terpancar dalam keluarga Islam. Setiap anggota keluarga saling menyayangi dan memperhatikan (peduli). Jika seseorang mendapat kesulitan atau musibah maka anggota keluarga merupakan orang yang paling tulus membantu. Maka sifat kasih sayang dan peduli antar anggota keluarga hendaknya dipupuk sejak masih kanak-kanak. Kasih sayang antar anggota keluarga mencakup perasaan empati, peduli, solidaritas dan toleransi. Artinya bahwa setiap anggota keluarga ikut merasakan apa yang dirasakan saudaranya, memperhatikan dan membantu saudaranya dan mencoba saling memahami. Jika hal ini berhasil dilakukan maka tali silaturahmi akan tetap terjaga sampai anak-anak sudah hidup mandiri dan berkeluarga.

D. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa langkah membentuk rumah tangga adalah dengan membuat kesepakatan-kesepakatan yang mencakup:
  1. Penetapan kedudukan suami dan dan isteri dalam keluarga serta pembagian peran dan tugas masing-masing anggota kelularga.
  2. Perencanaan keuangan rumah tanggga yang mencakup anggaran pembiayaan rutin, insidental dan jangka panjang. Selain itu sikap konsumsi rumah tangga hendaknya senantiasa didasari pada nilai-nilai religius (islami).
  3. Konsep pembinaan keluarga. Suami dan isteri memiliki kesepakatan tentang bagaimana mereka saling membina diri dalam keluarga termasuk tentang pola pembinaan dan pendidikan anak-anak.
Semua kesepakatan-kesepkatan yang dilakukan suami dan isteri dalam rumah tangga ini perlu dilakukan demi tercapainya rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

No comments:

Post a Comment