Thursday 18 March 2010

KOPERASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

OLEH: WAZIN BAIHAQI

A. Pendahuluan
Sebagai sebuah agama, Islam tidak hanya sekedar ritual peribadatan dan semata-mata menyentuh aspek kejiwaan, tetapi lebih dari itu Islam adalah akidah (dasar pandangan hidup), syari’at (hukum) dan muamalah (yang mengatur hubungan antar manusia dalam segala aspek). Syari’at dan muamalah kadangkala dibahas dalam satu kesatuan yaang disebut dengan Fiqh. Karena itu, konsep ibadah dalam Islam tidak terbatas pada cakupan ritual dan keakhiratan saja, tetapi menyangkut semua aspek kehidupan dari area privat sampai kepada area publik.
Bagi Islam, hidup adalah sakral dalam setiap aspeknya, karena semuanya tidak terlepas dari kerangka konsep ibadah yang berorientasi pengabdian kepada Allah. Karena itu kegiatan ekonomi yang dilakukan setiap muslim pun tidak terlepas dari orientasi kepada Allah. Ekonomi Islam adalah ekonomi yang berdasarkan ketuhanan, yang bertolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah dan menggunakan sarana yang tidak terlepas dari syari’at Allah . Ini berarti kegiatan ekonomi selayaknya bersandar pada nash-nash Al Qur’an, Sunnah, ijma dan qiyas.
Karena dunia perekonomian -- seperti juga bidang-bidang yang lain -- terus berkembang dan berubah maka usaha penafsiran terhadap nash-nash Al Qur’an tidak boleh berhenti, baik dalam tafsir tektual maupun kontekstual. Demikian juga proses ijtihad tetap diperlukan dalam menjawab masalah-masalah ekonomi kontemporer, terutama menanggapi bentuk-bentuk kegiatan ekonomi yang bersandar pada paham-paham sekuler seperti sosialisme dan kapitalisme yang justru banyak dipraktekkan dalam dunia ekonomi sekarang ini.
Koperasi adalah sebuah kegiatan ekonomi yang secara historis bukan lahir dari teori dan praktek ekonomi Islam. Walaupun demikian perlu untuk menilainya apakah koperasi sesuai dengan norma dan akhlak perekonomian serta muamalat Islam. Hal ini disebabkan karena ummat Islam masa kini sangat berkepentingan terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi seperti koperasi, bank, asuransi dan lain sebagainya.

B. Norma Ekonomi Islam
Para ahli ekonomi Islam memperdebatkan apakah ekonomi Islam bersifat positif ataukah normatif. Ilmu ekonomi positif mempelajari problema-problema ekonomik seperti apa adanya. Ilmu ekonomi normatif mempertanyakan bagaimana seharusnya, yang tergantung pada penilaian yang baik dan yang buruk.

Dalam ekonomi Islam, aspek-aspek yang normatif dan positif itu daling berkaitan erat, sehingga setiap usaha untuk memisahkannya akan berakibat menyesatkan dan tidak produktif. Ini tidak berarti bahwa ilmu ekonomi Islam tidak berisi komponen-komponen normatif dan positif yang tidak dapat dibedakan sama sekali. Sesungguhnya Al Qur’an dan Sunnah yang terutama digunakan sebagai sumber pernyataan normatif, banyak berisi pernyataan positif .

Terdapat empat sendi utama yang merupakan ciri khas ekonomi Islam yaitu ketuhanan, etika, kemanusiaan dan sikap pertengahan . Sistem ekonomi bercirikan ketuhanan artinya bahwa segala aktivitas ekonomi selalu tidak terlepas dari titik tolak ketuhanan dan bertujuan akhir untuk Tuhan. Dengan demikian segala aktivitas ekonomi tidak terlepas dari motivasi dan tujuan pengabdian kepada Allah. Sistem ekonomi bercirikan etika artinya bahwa segala kegiatan ekonomi dan keputusan-keputusan ekonomi selalu mempertimbangkan nilai baik dan buruk dan tidak semata-mata untuk memperoleh keuntungan yang besar. Sistem ekonomi bercirikan kemanusiaan artinya bahwa tujuan ekonomi Islam adalah untuk menciptakan kehidupan aman dan sejahtera. Kesejahteraan manusia menyangkut dua unsur yang satu sama lain saling terkait yaitu unur material dan spiritual. Karena itu ekonomi Islam tidak semata-mata membahas aspek-aspek material tetapi menyentuh unsur spiritual, misalnya petunjuk-petunjuk tentang etos kerja, halal dan haramnya harta yang di dapat serta sikap juhud. Sistem ekonomi Islam bersifat pertengahan artinya bahwa dalam aktivitas-aktivitas ekonomi Islam yang dilakukan, berada dalam neraca keseimbangan yang adil antara kepentingan masyarakat dan individu. Pada satu kasus misalnya, Islam tidak membolehkan sistem penetapan harga yang merugikan pedagang tetapi juga tidak membolehkan praktek monopoli yang merugikan masyarakat.
Diantara beberapa aspek dari aktivitas ekonomi yang diatur oleh Islam terdapat tentang hukum-hukum perseroan/ syirkah. Perseroan dalam Islam diklasifikasikan menjadi 5 macam yaitu perseroan Inan, Abdan, Mudlarabah, Wujuh dan Mufadlah .
Perseroan (syirkah) adalah transaksi 2 orang atau lebih yang kedua-duanya sepakat (dengan ijab kabul) untuk melakukan kerja yang bersifat finansial dengan tujuan mencari keuntungan. Syarat sah dan tidaknya transaksi perseroan tersebut amat tergantung pada sesuatu yang ditransaksikan dan sama-sama mengikat anggota perseroan. Hukum perseroan sendiri adalah mubah (boleh). Demikian pula apabila perseroan itu dilakukan antara orang muslim dengan non muslim, hukumnya mubah dengan catatan yang dijual bukanlah barang haram seperti minuman dan babi. Perseroan tidak sah apabila dilakukan oleh orang yang dikendalikan oleh orang lain (mahjur a’laihi) atau orang yang tidak boleh mengelola harta. Karena itu perseroan hanya sah apabila dikelola oleh orang yang boleh mengelola harta.

C. Koperasi
Secara umum, koperasi didefinisikan sebagai suatu lembaga kerja sama masyarakat dengan tujuan mewujudkan keinginan bersama yaitu meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat di sekitarnya . Koperasi pertama berdiri di Rochdale pada tahun 1884 yang didirikan oleh 28 orang buruh pabrik tekstil yang sepakat untuk mendirikan sebuah toko. Mereka secara bersama-sama mengelola toko tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka. Usaha itu untuk menjamin mereka mendapat persediaan bahan makanan yang murah. Untuk menjalankan usaha tersebut maka disepakati tujuh prinsip Rochdale yaitu:
1. Keanggotaan sukarela.
2. Seluruh usaha diurus bersama secara demokratis dengan ketentuan satu anggota satu suara.
3. Pembagian keuntungan berdasarkan jasa masing-masing anggota kepada koperasi.
4. Atas penyertaan modal diberikan balas jasa berupa bunga yang tetap.
5. Pembelian dan penjualan secara tunai.
6. Netral terhadap agama dan politik.
7. Pembentukan dana pendidikan untuk menambah pengetahuan anggota masyarakat.
Koperasi konsumsi Rochdale berkembang pesat sehingga ide koperasi tersebut berkembang ke seluruh dunia. Prinsip-prinsip Rochdale ini kemudian memberi inspirasi bagi International Cooperative Alliance (ICA). Prinsip-prinsip koperasi International Cooperative Alliance yaitu:
1. Keanggotaan perkumpulan koperasi harus sukarela dan diperoleh tanpa pembatasan yang dibuat-buat atau diskriminasi sosial, politik, agama atau ras terhadap setiap orang yang dapat menggunakan jasa-jasa koperasi dan yang bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan.
2. Perkumpulan-perkumpulan koperasi adalah organisasi demokratis. Kegiatan-kegiatannya harus diurus oleh orang-orang yang dipilih atau ditunjuk dengan cara yang disetujui anggota-anggota dan bertanggung jawab terhadap mereka. Dalam koperasi-koperasi dengan tingkat selain primer, pengurusannya dilakukan berdasarkan demokrasi dalam bentuk yang sesuai.
3. Modal saham (simpanan) harus benar-benar menerima bunga terbatas, kalau memang ada.
4. SHU atau simpanan yang diperoleh dari usaha koperasi menjadi milik para anggota koperasi yang bersangkutan dan harus dibagi dengan cara menghindarkan seseorang anggota memperoleh kemanfaatan atas kerugian orang lain. Hal itu dapat dilakukan dengan keputusan para anggota sebagai berikut:
• Menyediakan bagian SHU bagi perkembangan usaha koperasi.
• Menyediakan bagian SHU bagi jasa usaha bersama.
• Membagikan SHU di antara para anggota sebanding dengan transaksi masing-masing dengan perkumpulan (koperasi).
5. Semua perkumpulan koperasi harus melakukan usaha pendidikan bagi anggota-anggotanya maupun masyarakat di daerah kerjanya, harus secara aktif bekerja sama melalui setiap cara yang praktis dengan koperasi-koperasi lain pada tingkat lokal, nasional dan internasional.
6. Semua perkumpulan koperasi, agar dapat melayani kepentingan-kepentingan anggota-anggotanya maupun masyarakat di daerah kerjanya,harus secara aktif bekerja sama melalui setiap cara yang praktis dengan koperasi-koperasi lain pada tingkat lokal, nasional dan internasional.
Lapangan usaha koperasi adalah kegiatan ekonomi yang ada hubungan langsung dengan kepentingan anggotanya. Berdasarkan pekerjaannya, anggota koperasi dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian yaitu:
1. Kaum Produsen yaitu orang yang berproduksi, mulai dari produsen kecil seperti petani, peternak, nelayan, pengrajin sampai golongan produsen menengah ke bawah.
2. Kaum konsumen, yaitu pemakai barang untuk keperluan sendiri, seperti rumah tangga desa atau kota, pegawai negeri dan ABRI, karyawan perusahaan, pekerja harian dan sebagainya.
3. Kaum pedagang, yaitu orang yang menjadi perantara produsen dan konsumen, terutama pengadaan jasa untuk terjadinya transaksi dalam perekonomian pada tingkat pedesaan/kecamatan/kabupaten pada umumnya.
Dalam organisasi koperasi dikenal ada tiga kelompok pelaku koperasi, yaitu anggota, pengurus dan pengawas. Anggota adalah penguasa tertinggi koperasi. Semua aktivitas ekonomi koperasi diawasi oleh anggota. Sedangkan pelaksanaannya diserahkan kepada pengurus koperasi yang dipilih dari dan untuk anggota untuk waktu tertentu. Pengurus akan mempekerjakan tenaga yang mempunyai keterampilan mengelola suatu usaha, yaitu dengan menggaji seorang manajer koperasi. Pengelolaan keoperasi akan dijabarkan secara rinci dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi yang harus dibuat pada awal koperasi didirikan. Pengawas koperasi diperlukan untuk mengawasi tata buku atau sistem akuntasi koperasi.
Dalam koperasi, yang mengendalikan dan menentukan bidang usaha ekonomi apa yang dilakukan koperasi adalah anggotanya. Apa yang diingini anggota diputuskan dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT). Rapat Anggota Tahunan (RAT) adalah badan yang tertinggi kekuasaannya dalam koperasi.
Koperasi melayani kebutuhan anggota. Hasil usaha koperasi juga dibagi kepada para anggota dalam bentuk sisa hasil usaha. Pada perusahaan biasa surplus dari kegiatan usaha dinamakan keuntungan/laba sedangkan dalam koperasi disebut dengan Sisa Hasil Usaha (SHU). Pembagian SHU tergantung bear kecilnya volume langganan seseorang kepada koperasi.
Dalam rangka melayani kepentingan anggota, koperasi akan beroperasi dengan biaya semurah mungkin atau disebut service at cost. Semua penjualan koperasi kepada anggota koperasi didasarkan pada pada harga yang lebih murah dibanding harga yang berlaku di pasar. Tetapi penjualan barang lebih murah di koperasi untuk para anggotanya bukanlah suatu keharusan, karena ini tergantung pada cara pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU). Pembagian SHU dapat mengikuti 2 cara yaitu:
1. SHU langsung diberikan kepada anggota dengan menetapkannya pada harga penjualan. Jadi pembagian SHU langsung pada setiap transaksi yang terjadi.
2. Menetapkan harga pada koperasi sama dengan harga yang berlaku di pasar, kemudian SHU diberikan pada akhir tahun buku.
Pada cara yang ke 2 itu, sistem pembagian keuntungan atau jasa yang diciptakan anggota yang bersangkutan dikembalikan berupa patronage refund (pengembalian kelebihan harga yang telah dibayarkan oleh pelanggan/ anggota).
Modal koperasi berasal dari anggota ataupun dana dari luar anggota (misalnya pinjama dari pihak luar). Dana dari anggota berasal dari uang pangkal berbagai jenis simpanan dan dijadikan saham punya suara (voting stock). Simpanan anggota berupa simpanan pokok, yang diberikan oleh anggota kepada koperasi ketika masuk menjadi anggota koperasi, simpanan wajib yang merupakan simpanan periodik dalam jangka waktu tertentu, serta simpanan suka rela. Sedangkan dana asal SHU diatur menjadi saham tanpa suara (non voting stock). Koperasi melaksanakan prinsip satu orang satu suara. Artinya anggota yang menyumbangkan modal lebih banyak di koperasi hanya memiliki satu suara dalam rapat anggota, sama haknya dengan anggota yang menyumbangkan modal lebih kecil.
Di Indonesia, koperasi dapat digolongkan berdasarkan bidang usaha, jenis komoditi serta golongan fungsional para anggotanya. Bila berdasarkan bidang usahanya, koperasi dikelompokkan sesuai dengan ragam fungsional anggotanya dan berdasarkan jenis komoditasnya koperasi disesuaikan dengan ragam komoditas yang diusahakan, sedangkan apabila berdasarkan golongan funsionalnya maka koperasi dikelompokkan sesuai dengan jenis pekerjaannya.
Pengertian koperasi menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian adalah sebagai berikut: Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan .
Pelaksanaan koperasi di Indonesia disesuaikan dengan prinsip-prinsip koperasi sesuai yang tercantum pada pasal 5 UU Koperasi No. 25/1992 yang meliputi:
1. Keanggotaan bersifat sukarela.
2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis.
3. Pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan jasa usaha masing-masing anggota.
4. Pemberian balas jasa yang terbatas pada modal.
5. Kemandirian.
Koperasi pada dasarnya adalah sebuah sistem nilai . Sebagai sebuah badan usaha yang memiliki sistem nilai yang spesifik (kekeluargaan) koperasi tidak hanya tampak berbeda dengan badan usaha yang lainnya tetapi juga justru koperasi ingin menegakkan seperangkat nilai tertentu dalam bidang perekonomian. Tetapi sebagai sebuah lembaga ekonomi, koperasi juga menerapkan asas ekonomi perusahaan dalam operasinya yaitu dengan memperhitungkan cost (biaya) dan benefit (manfaat) dalam sebuah pengelolaan perusahaan yang efesien dan profesional.

D. Koperasi Dalam Etika Ekonomi Islam
Sirkulasi adalah pendayagunaan barang dan jasa lewat kegiatan jual beli dan simpan pinjam melalui agen, koperasi dan lain-lain, sebagai sarana perdagangan atau pun tukar menukar . Sirkulasi dalam Islam lebih fleksibel dibanding ciri sosialis yang menolak pasar bebas atau sistem kapitalis yang menganut pasar bebas. Islam selalu berpegang pada asas kebebasan dalam tatanan muamalah, termasuk dalam aktivitas pasar. Dengan demikian manusia bebas membeli, menjual serta tukar menukar barang dan jasa sesuai kebutuhannya. Dalam sirkulasi perdagangan Islam terdapat norma, etika agama dan perikemanusiaan yang menjadi landasan pokok bagi pasar Islam yang bersih. Norma-norma Islam untuk perdagangan itu adalah:
1. Menegakkan larangan memperdagangkan barang-barang yang diharamkan.
2. Bersikap benar, amanah dan jujur.
3. Menegakkan keadilan dan mengharamkan bunga.
4. Menerapkan kasih sayang dan mengharamkan monopoli.
5. Menegakkan toleransi dan persaudaraan.
6. Berpegang pada prinsip perdagangan adalah bekal menuju akhirat .
Dalam koperasi pembagian keuntungan ditentukan dari sejauh mana volume langganan anggota terhadap koperasi. Di dalam koperasi konsumsi yang terjadi adalah apabila seseorang lebih banyak membeli barang-barang kebutuhan di koperasi maka Sisa Hasil Usaha (SHU) yang diperoleh akan lebih besar. Dalam kondisi seperti ini koperasi tidak sesuai dengan asas kebebasan menurut muamalah Islam yang menyatakan bahwa setiap orang bebas untuk membeli barang dan jasa sesuai kebutuhan dan dimana saja. Pembagian SHU yang disesuaikan dengan jasa pembelian secara tidak langsung membatasi kebebasan individu untuk membeli barang dan jasa di tempat lain, karena terikat dengan keinginan untuk memperoleh SHU yang besar.
Pembagian SHU menurut jasa pembelian juga tidak sesuai dengan asas keadilan karena kebutuhan setiap anggota terhadap barang dan jasa yang tersedia di koperasi berbeda-beda. Kondisi seperti ini menimbulkan kemungkinan anggota membeli barang dan jasa pada koperasi melebihi kebutuhannya, semata-mata karena ingin mendapatkan SHU yang lebih besar sehingga terjerumus pada sikap mubajir (boros).
Pemberian bunga atas modal, tabungan dan pinjaman diharamkan oleh syari’at Islam . Riba (bunga) diharamkan oleh Islam karena dinilai tindakan memakan harta orang lain tanpa jerih payah dan resiko. Orang yang memiliki kelebihan uang akan disimpan atau dipinjamkan agar memperoleh bunga. Dalam struktur sosial yang lebih luas, riba akan mempertajam kesenjangan sosial antara golongan kaya dan golongan miskin.
Koperasi memberikan bunga yang terbatas atas modal yang disimpan oleh anggota. Dengan demikian bunga atas modal dalam koperasi tidak sesuai dengan norma ekonomi Islam.
Menurut syari’at Islam perseroan hanya sah apabila 2 orang atau lebih berpesepakat melakukan kegiatan yang bersifat finansial dengan tujuan mencari keuntungan. Jadi perseroan adalah transaksi untuk mengelola modal, sedangkan pengelolaan modal tidak akan sempurna kecuali dengan adanya badan.
Yang terjadi pada koperasi adalah kesepakatan untuk menyerahkan modal dengan tujuan agar mereka dapat membentuk kepengurusan yang membahas siapa yang akan mengelola kegiatan tersebut. Orang-orang yang menanamkan saham dalam koperasi sesungguhnya hanya menggabungkan modal saja. Dengan cara koperasi ini, perseroan tersebut tidak ada unsur badannya, dengan demikian tidak bisa terwujud perseroan yang sah menurut syara’ .
Koperasi tidak dapat dimasukkan dalam karakteristik perseroan wujuh dan mudlarabah. Perseoran wujuh adalah perseroan antara 2 orang atu lebih dengan modal dari pihak luar. Mudlarabah (qiradh) terjadi apabila seseorang memberikan hartanya kepada pihak yang mengelola. Pada perseroan mudlarabah, kerugian usaha dibebankan kepada pemilik harta dan tidak kepada pengelola.
Di dalam koperasi orang yang mengelola modal adalah pengurus. Sedangkan pengurus dapat berganti-ganti sesuai dengan keputusan Rapat Aggota Tahunan (RAT). Jadi tidak dapat dikatakan bahwa pengurus adalah badan tersendiri yang mengelola usaha seperti yang terjadi pada perseroan wujuh dan mudlarabah. Koperasi juga tidak termasuk dalam perseroan i’nan karena anggota koperasi hanya menyerahkan modal dan tidak terlibat dalam pengelolaan.
Menurut syara’ apabila perseroan tersebut terjadi pada modal maka labanya harus mengikuti modal dan apabila perseroan tersebut terjadi pada pekerjaan maka labanya harus mengikuti pekerjaan . Karena itu pembagian laba menurut hasil pembelian atau produksi (tidak menurut kerja atau modal) seperti yang terjadi pada koperasi, tidak sesuai dengan syari’at Islam.

E. Kesimpulan
Sebagai sebuah badan usaha yang memiliki idealisme untuk membantu rakyat kecil agar dapat meningkatkan taraf hidup, koperasi sesuai dengan semangat Islam untuk menolong yang lemah serta menggalang solidaritas. Tetapi kelahiran koperasi yang berasal dari aliran sekuler menyebabkan penafsiran tentang kosep keadilan dan kebebasan yang berbeda dengan tafsir norma ekonomi Islam. Beberapa praktek usaha koperasi seperti sistem bunga atas modal, pihak yang berhak mengelola usaha dan pembagian keuntungan tidak sesuai dengan muamalah Islam.

No comments:

Post a Comment