Thursday 18 March 2010

PENDEKATAN KAWASAN DALAM KAJIAN KEISLAMAN

Telah Diterbitkan pada TSAQOFAH Jurnal Agama dan Budaya IAIN SMHB. Vol 1 No. 1. Juli-Desember 2002

Oleh: Wazin Baihaqi

A. Pendahuluan
Apabila agama diletakkan dalam sebuah kerangka penelitian sebagai suatu usaha akademisi, maka ada dua wilayah analisis dalam agama tersebut yang dapat dijadikan obyek penelitian. Wilayah analisis yang pertama adalah melihat agama sebagi doktrin. Meneliti agama sebagai doktrin artinya menganalisis apa substansi dari ajaran agama tersebut. Kemudian refleksi daari substansi keagamaan ini dapat pula dianalisis bagaimana perkembangan pemikiran para pemeluknya dalam menafsirkan doktrin-doktrin agama tersebut. Penelitian agama dalam wilayah ini berputar sekitar konsep-konsep dan idea-idea yang bermuara pada aspek kognitif.
Wilayah analisis yang kedua adalah agama yang telah termanifestasi dalam dinamika masyarakat, struktur dan perilaku masyarakat . Dalam wilayah ini yang dianalisis bukan lagi dari satu konsep kepada konsep atau satu perkembangan pemikiran kepada perkembangan pemikiran yang lain tetapi mengukur sejauhmanakah tatanan masyarakat tersebut merupakan pantulan dari keharusan doktrin agama . Wilayah analisis dalam masalah kemasyarakatan ini pada umumnya dilakukan juga oleh ilmu-ilmu sosial yang lain seperti sosiologi, antropologi, sejarah dan lain-lain. Karena itu dalam pengukuran perilaku keagamaan dapat pula memakai pendekatan-pendekatan ilmu sosiologi, antropologi yang berlandaskan kepada empirisme dan positivisme. Tetapi ada usaha-usaha tertentu dari para ilmuwan muslim untuk membentuk pendekatan “bukan barat” dalam melakukan pengkajian ilmiah terutama dalam meneliti fenomena keagamaan . Ada pula sementara ilmuwan yang mengusulkan untuk diadakannya pendekatan integral antara ilmu-ilmu sosial (psikologi, sosisologi, antropologi) di satu pihak dengan penelitian agama di pihak lain . Hal ini disebabkan adanya hubungan saling mempengaruhi antara agama dan masyarakat. Agama mempengaruhi jalannya masyarakat dan selanjutnya pertumbuhan masyarakat mempengaruhi pemikiran terhadap agama. Untuk itu diperlukan suatu kerja sama yang baik antara peneliti sosial dan ahli agama. Ahli agama yang kurang dibekali metoda dan alat penelitian dapat mempelajarinya dari penelitian sosial melalui usaha untuk menemukan teknik dan metoda yang sesuai dalam meneliti fenomena keagamaan . Pendekatan sosiologi, antropologi, psikologi ataupun pendekatan sejarah dapat dipakai oleh peneliti untuk menganalisis fenomena keagamaan. Kerangka ilmu-ilmu sosial yang lengkap -- walau diakui lebih bersandar pada filsafat keilmuan “barat” yang dilatarbelakangi semangat sekuler -- memungkinkan para ilmuwan yang meneliti fenomena keagamaan dapat menganalisis dengan tidak meninggalkan ketentuan-ketentuan ilmiah. Untuk itu ahli agama dan para peneliti agama perlu memilah bagian mana saja dari agama tersebut yang dapat dikaji secara ilmiah, artinya memenuhi kriteria empiris dan obyektif serta dapat diuji kebenaranya dengan logika. Aspek-aspek yang tidak dapat diukur dan diamati oleh panca indera seperti kehidupan setelah mati, keberadaan surga dan neraka tidak dapat dinalisis dalam kajian ilmiah, kecuali untuk melihat bagaimana keyakinan kehidupan setelah mati itu mempengaruhi perilaku pemeluk agama yang bersangkutan. Dalam hal ini maka yang diteliti, diukur dan dianalisis adalah perilaku individu atau masyarakat yang memiliki satu keyakinan.
Terdapat pula apa yang disebut dengan pendekatan kawasan dalam kajian keislaman. Sekalipun secara teoritis pendekatan kawasan dalam kajian keislaman belum banyak dibahas, tetapi telah banyak para ilmuwan menganalisis fenomena keagamaan dengan menggunakan pendekatan kawasan.


B. Pendekatan Kawasan Dalam Penelitian Agama Islam
Pendekatan kawasan merupakan metode studi ilmiah yang memberikan tekanan utama pada pendekatan wilayah atau daerah-daerah yang bagian-bagiannya memiliki hubungan tertentu . Pendekatan kawasan digunakan dalam sebuah kajian ilmiah apabila pendekatan ini fungsonal terhadap masalah yang dibahas. Pendekatan kawasan pada dasarnya adalah analisis masalah dalam sebuah wilayah tertentu. Adakalanya wilayah itu ditentukan berdasarkan karakteristik geografis, politik dan sebagainya. Pendekatan kawasan dengan karakteristik wilayah geografis diantaranya menentukan wilayah penelitian dengan batasan-batasan benua dan kondisi alam. Penelitan berdasarkan batasan-batasan benua misalnya analisis penyebaran Islam di Asia Tenggara. Penelitian dapat juga dilakukan dengan wilayah berdasarkan kondisi alam misalnya analisia karakteristik masyarakat Islam di daerah pesisir dan sebagainya. Pendekatan kawasan dengan karakteristik wilayah politik daiantaranya menentukan wilayah dengan batasan-batasan negara, hubungan bilateral antara negara atau ikatan-ikatan antar negara berdasarkan pandangan politik tertentu. Pendekatan kawasan dengan karakteristik wilayah politik dapat mengatasi masalah seperti peranan Islam dalam pembentukan Negara Republik Indonesia atau proses penafsiran dan aktualisasi Al Qur’an di Indonesia dan sebagainya.
Pendekatan kawasan menemukan urgensinya ketika seorang peneliti hendak meneliti penyebaran pemikiran tertentu dan manifestasinya dalam masyarakat. Karena itu, pendekatan kawasan dapat digunakan dalam 2 wilayah analisis yaitu analisis konsep (doktrin) dan analisis dinamika masyarakat (struktur dan perilaku masyarakat). Menggunakan pendekatan kawasan pada umumnya tidak dapat dilepaskan dengan analisis historis. Hal ini disebabkan untuk melihat sebuah kawasan tertentu dimana terdapat fenomena keagamaan yang diteliti, peneliti harus mengetahui latar belakang awal perkembangan keagamaan tersebut. Pendekatan kawasan juga diperlukan untuk suatu pembatasan masalah. Jika seorang peneliti hendak meneliti tentang penyebaran Islam maka harus ditentukan wilayah mana yang akan diteliti dan berdasarkan karakteristik apa wilayah itu ditentukan, apakah berdasarkan karakteristik geografis, politik atau ekonomi. Tanpa pembatasan wilayah, penelitian akan meluas serta sulit untuk menganalisis dan menyimpulkan.
Pada uraian selanjutnya dalam pembahasan ini, dicoba untuk melihat buku-buku yang memenuhi standar ilmiah yang memakai pendekatan kawasan, walaupun tidak secara jelas dituliskan dalam buku yang bersangkutan bahwa kajian ilmiahnya memakai pendekatan kawasan.
Pendekatan kawasan dalam kajian keislaman nampak pada karya buku yang berjudul “Kajian Al Qur’an di Indonesia Dari Mahmud Yunus Hingga Quraish Shihab” yang ditulis oleh Howard M. Federspiel. Dalam lingkup yang lebih luas, pada awalnya Howard hendak menulis tentang aspek-aspek agama Islam di Asia Tenggara . Pendekatan kawasan dalam hal ini dilakukan dengan penentuan wilayah berdasarkan letak geografis. Khusus dalam buku ini Howard membatasi (mempersempit) masalahnya ke dalam konteks keindonesiaan. Indonesia sebagai sebuah wilayah penelitian ditentukan berdasarkan karakteristik politik. Karena itu dalam pembahasannya dalam buku Howard ini terdapat sub bab yang menguraikan tentang Al Qur’an dalam sejarah Negara Indonesia. Dalam hal ini Howard tidak dapat melepaskan diri dari analisa sejarah, mengingat yang dibahas adalah perkembangan kajian Al Qur’an dari periode ke periode. Penelitian yang dilakukan Howard ini adalah penelitian berdasarkan analisa konsep-konsep atau doktrin, yaitu bagaimana Al Qur’an itu dikaji, ditafsir dan dikembangkan dalam konteks keindonesiaan. Dijelaskan pula dalam salah satu sub babnya tentang bagaimana pengaruh penafsiran dan arti penting Islam terhadap bentuk masyarakat pemeluk Islam di Indonesia. Dengan demikian Howard menganalisis pula struktur dan perilaku masyarakat Islam Indonesia.
Pendekatan kawasan juga dilakukan oleh Azyumardi Azra dalam bukunya yang berjudul “Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Melacak Akar-Akar Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia”. Buku tentang jaringan ulama ini adalah revisi singkat dari disertasi dalam meraih gelar Ph. D. Karena itu kebenaran ilmiahnya tidak diragukan lagi.
Sekalipun tidak dijelaskan oleh Azyumardi bahwa ia memakai pendekatan kawasan, tetapi pembatasan wilayah penelitian yang membahas hubungan wilayah Nusantara dengan Timur Tengah menunjukkan bahwa buku tentang jaringan ulama ini memakai pendekatan kawasan. Pembatasan masalah juga ditentukan dengan periode waktu yaitu antara abd XVII sampai XVIII. Mengingat yang dibahas adalah periode masa lalu maka analisis historis dalam buku ini merupakan suatu keharusan.
Dalam buku “Jaringan Ulama” karya Azyumardi Azra, pendekatan kawasan dilakukan berdasarkan karakteristik wilayah geografis yaitu hubungan Timur Tengah dengan Asia Tenggara, khususnya di beberapa kepulauan Nusantara yang waktu itu masih berbentuk kerajaan-kerajaann. Azyumardi tidak menyebut wilayah penelitiannya dengan istilah wilayah Indonesia, karena nama Indonesia menunjukkan wilayah dengan karakteristik politik yang baru timbul pada abad setelahnya, yaitu ketika Belanda menjadikan pulau-pulau wilayah Nusantara sebagai derah koloninya. Dalam bab-bab selanjutnya Azyumardi memakai istilah Melayu Indonesia untuk membedakannya dengan Melayu Malaysia . Istilah Melayu Indonesia digunakan untuk memperjelas pembatasan masalah yang ditarik pada konteks kekinian yaitu Islam di Indonesia.
Dalam buku “Jaringan Ulama” diuraikan pula bagaimana interaksi Islam sebagai sebuah “konsep baru” dengan adat-istiadat dan agama yang semula dianut oleh wilayah bersangkutan (Nusantara). Lebih rinci dijelaskan bagaimana Islam sebagai sebuah “konsep baru” memberikan pengaruhnya terhadap berbagai aspek kehidupan seperti aspek politik, budaya dan kemasyarakatan sehingga terbentuklah kehidupan Islam yang diwarnai budaya setempat dan budaya setempat yang terwarnai oleh Islam.
Sejarawan Muhammad Hasan Al-Aydrus menulis buku tentang “Asyraf Hadhramaut” yang menguraikan secara kronologis para syarif Hadhramaut yang melakukan hijrah dan da’wah dari Yaman ke India kemudia Asia Tenggara. Walaupun dalam buku ini hanya membahas masalah penyebaran Islam di Asia Tenggara, tetapi Muhammad Hasan juga menuliskan bahwa para syarif Hadhramaut juga hijrah ke Afrika Timur. Pendekatan kawasan dilakukan dengan menentukan karakteristik wilayah geografis yang pembahasannya mengarah pada lingkup yang lebih kecil yaitu dari Asia Tenggara kemudian Aceh, Sumatra dan Jawa . Pada bab terakhir dibahas masalah penyebaran Islam di Filipina untuk melengkapi pembahasan yang menjelaskan peneyebaran Islam sebagai sebuah jaringan da’wah di berbagai wilayah.
Karya ilmiah lain yang juga memakai pendekatan kawasan adalah makalah N. J.G. Kaptein yang berjudul “Islam Dalam Masyarakat Belanda Kini” . Kaptein membahas masalah pengaruh para imigran yang datang ke Belanda terhadap perkembangan Islam di Belanda. Dalam pembahasannya dipakai karakteristik wilayah politik dengan menyebutkan asal negara para imigran tersebut misalnya dari Indonesia (Jawa dan Maluku), Tunisia, Mesir, Aljazair dan Maroko. Disebutkan betapapun para imigran ini memeluk agama yang sama (Islam), mereka tidak benar-benar menjadi komunitas yang bersatu karena perbedaan mazhab dan tradisi yang dibawa dari negara asalnya. Menurut Kaptein pembahasan Islam di Belanda hanya dimungkinkan apabila dikaitkan dengan negara asal pemeluk Islam itu misalnya masyarakat Islam Maroko, masyarakat Islam Turki dan sebagainya . Nampaknya Kaptein tidak menganalisis nilai-nilai universal yang potensial mempersatukan masyarakat Islam yang heterogen tersebut dan melihat Islam semata-mata sebagai produk budaya suatu bangsa (wilayah) tertentu yang masing-masing memiliki perbedaan dan tidak memiliki persamaan. Tetapi dalam karya ilmiah Kaptein ini pendekatan kawasan sangat jelas terbaca dalam pembahasannya yang menghubungkan antara satu wilayah dengan wilayah lain, yaitu hubungan antara imigran Islam di Belanda dengan negara asal para imigran tersebut.
Dari 4 karya ilmiah yang dibahas dengan menganalisis cara pendekatannya, maka terdapat beberapa point yang menunjukkan pada pendekatan kawasan yaitu:
1. Pendekatan kawasan digunakan untuk melihat pengaruh suatu konsep tertentu terhadap wilayah tertentu.
2. Pendekatan kawasan digunakan untuk melihat penyebaran suatu paham (konsep) ke wilayah-wilayah dan hubungan antar wilayah tersebut.
3. Pendekatan kawasan juga digunakan untuk melihat pengaruh suatu paham (konsep) tertentu terhadap pembentukan sistem masyarakat dan interaksinya dengan adat-istiadat setempat.
4. Menganalisis suatu perkembangan pemikiran dan penafsiran terhadap suatu konsep, juga dapat menggunakan pendekatan kawasan, karena perkembangan pemikiran dan proses penafsiran dipengaruhi oleh aspek-aspek sosio kultural dan politik suatu daerah atau wilayah tertentu.

C. Kesimpulan
Pendekatan kawasan merupakan sebuah pendekatan integral antara pendekatan sejarah, kajian konseptual atau pendekatan keilmuan sosial lainnya yang dihubungkan dengan wilayah-wilayah tertentu dengan menitikberatkan pada pengaruh satu variabel -- dalam hal ini aspek-aspek yang termasuk dalam kajian keislaman -- terhadap kawasan tertentu. Pendekatan kawasan sebagai sebuah kajian keislaman secara teoritis belum banyak dibahas sekalipun telah banyak peneliti yang menganalisis perkembangan suatu konsep keagamaan terhadap wilayah tertentu. Untuk itu perlu diusahakan oleh para ilmuwan untuk mengupas secara lebih mendalam tentang pendekatan kawasan ini bersamaan dengan membangun pendekaan-pendekatan lain seperti pendekatan sosiologis, atropologis, psikologis dan lain-lain.

No comments:

Post a Comment