A. Seks Dalam Perkawinan Islam
1. Pengertian Tentang Seks
Seks adalah segala sesuatu tentang
kepriaan dan kewanitaan menyangkut masalah anatomi tubuh,
kecenderungan-kecenderungan, harapan-harapan dan fantasi dan bentuk keterikatan
antara laki-laki dan perempuan. Puncak kedekatan antara laki-laki dan perempuan
dalam masalah seks adalah hubungan seksual (sexual intercourse).
Hubungan seks antara laki-laki dan perempuan bukan hanya dorongan naluri saja,
lebih dari itu hubungan seks melibatkan unsur emosi (rasa cinta) dan tanggung jawab terhadap
moral. Yang dimaksud dengan tanggung jawab moral dalam hal ini adalah bahwa
hubungan seks tidak boleh dilakukan di luar ikatan perkawinan. Dengan demikian
seks juga menyangkut masalah moral. Kebutuhan manusia akan seks selayaknya
disalurkan melalui sebuah legalitas agama dan masyarakat (negara). Hubungan seks seringkali dikaitkan dengan perasaan cinta dan dilakukan untuk memperoleh
keturunan dalam sebuah perkawinan. Dengan
demikian hubungan seksual dapat diartikan sebagai
penyaluran nafsu seksual dengan legal (melalui perkawinan) dilandasi dengan
rasa cinta, untuk mengemban tugas alam (reproduksi). Tetapi hubungan seksual
adakalanya dilakukan hanya didorong oleh nafsu seksual semata seperti dalam
pelacuran dan perkosaan atau hanya dilandasi cinta tanpa ikatan perkawinan seperti dalam perzinaan dan
peselingkuhan. Kedua kasus ini dianggap amoral karena karena tidak memiliki
legalitas agama ataupun norma masyarakat.
Dalam
kehidupan masyarakat Indonesia ,
dimana norma agama dan adat ketimuran masih dipegang teguh , hubungan seksual
di luar nikah dianggap perilaku tidak bermoral. Kondisi ini berbeda dengan
kehidupan sebagian besar negara-negara Barat yang menerima hubungan seksual di
luar nikah sebagai sesuatu yang wajar.
Pembicaraan
tentang seks di masyarakat Indonesia dilakukan dengan cara yang tertutup,
karena seks masih dianggap tabu untuk dibicarakan secara terbuka. Hal ini
berpengaruh pada bagaimana orang tua dan lembaga pendidikan memberikan
informasi tentang pendidikan seks. Tetapi dengan perkembangan jaman yang ada
maka informasi tentang seks mau tidak mau harus diberikan kepara para remaja,
justru untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti hubungan intim
di luar nikah, penyakit kelamin dan sebagainya. Jika informasi tentang seks
tidak diberikan oleh lembaga yang terkait (keluarga dan sekolah) para remaja
akan mencari sendiri dari buku-buku, internet atau melalui pergaulan. Jika hal
ini terjadi, para remaja mungkin saja mendapat informasi yang keliru tentang
seks.
Sejauh mana aspek seksual berpengaruh pada
kondisi perkawinan? Memang masalah seksual hanya merupakan salah satu aspek
saja dari berbagai aspek yang ada dalam perkawinan. Tetapi bukan berarti
masalah seksual tidak mendapat perhatian penting . Hannah dan Stone dalam
bukunya A Marriage Manual menyatakan bahwa masalah-masalah rumah tangga dipengaruhi
secara langsung maupun tidak langsung oleh disharmonisasi seksual dan bahwa
masalah seksual memainkan peranan penting dalam kepuasan perkawinan[1].
Semua kebutuhan-kebutuhan yang ada pada diri manusia pada dasarnya menghendaki
pemenuhan. Demikian juga dengan kebutuhan seksual. Setiap manusia normal memiliki
dorongan seksual dan menghendaki pemenuhan kebutuhan seksual tersebut. Dorongan
seksual yang ada pada diri setiap orang berbeda-beda. Ada yang memiliki dorongan seksual yang
tinggi ada pula yang memiliki dorongan seksual yang rendah. Tetapi kadangkala
penilaian apakah seseorang memiliki dorongan seksual yang tinggi atau
rendah ditentukan oleh bagaimana keadaan
pasangannya seperti diungkapkan oleh Hastin “A Person oversxed or undersexed
only in comparison to a spesific sexual partner”[2].
Setiap pasangan yang akan melakukan hubungan seksual, harus didahului oleh
dorongan seksual atau gairah seksual. Gairah atau minat seksual akan memberikan
rangsangan pada laki-laki sehingga alat genitalnya mengalami ereksi (penis
tegang). Pada saat itulah laki-laki siap untuk melakukan hubungan seksual
(koitus). Tanpa ereksi, laki-laki tidak mampu melakukan hubungan seksual.
Ketidakmampuan laki-laki untuk ereksi disebut impotensi. Impotensi merupakan
masalah seksual yang dapat mengganggu keseimbangan atau keharmonisan
perkawinan. Impotensi dapat disebabkan karena faktor psikologis (misal merasa
tertekan, benci atau tidak mencintai pasangannya) atau bisa juga karena faktor
kesehatan fisik. Perempuan dapat melakukan hubungan seksual sekalipun tidak
didahului oleh dorongan atau minat seksual misal dalam perkosaan atau ketika
perempuan tidak mencintai pasangannya. Hal ini disebabkan karena perempuan
tidak memerlukan ereksi dalam melakukan hubungan seksual.
Bagi laki-laki puncak hubungan seksual
terjadi pada saat ejakulasi (keluarnya cairan sperma dari penis). Kadang-kadang
ejakulasi terjadi sebelum dikehendaki. Ini merupakan masalah seksual yang
disebut dengan ejakulasi prematur (ejakulasi dini). Jika ejakulasi dini seringkali
terjadi pada saat melakukan hubungan seksual, maka hal ini akan menimbulkan
kekecewaan pada pasangannya. Puncak hubungan seksual pada perempuan terjadi
ketika orgasme, yaitu dengan berkontraksinya uterus sehingga kepuasan seksual
dicapai. Tercapainya ejakulasi dan orgasme pada setiap pasangan bisa
berbeda-beda. Adakalnya ejakulasi dan orgasme dicapai secara bersamaan,
kemungkinan juga orgasme terjadi lebih dahulu sebelum ejakulasi. Tetapi jika
ejakulasi terjadi lebih dahulu, kemungkinan orgasme akan sulit dicapai, kecuali
dibantu dengan stimulasi lain. Setiap melakukah hubungan seksual, ejakulasi
selalu terjadi. Tidak demikian halnya dengan orgasme. Tidak semua perempuan
dapat mencapai orgasme dalam melakukan hubungan seksual, terutama apabila
ejakulasi terjadi lebih dahulu.
2. Seks Dalam Perkawinan Islam
Tidak ada satu pun dari unsur kehidupan yang
tidak dibahas oleh Islam. Islam membahasnya dalam bentuk anjuran, perintah dan
larangan. Ada
masalah-masalah yang diatur secara detail oleh Al Qur’an, adapula
masalah-masalah yang diatur secara umum saja. Beberapa ayat Al Qur’an
dijelaskan kembali secara detail oleh hadist atau penafsiran kembali para
ulama.
Masalah
seksual adalah masalah yang penting dalam kehidupan manusia. Seks bukan
semata-mata sebuah dorongan dari dalam diri manusia yang menuntut pemenuhan,
tetapi seks juga diciptakan sebagai sebuah naluri untuk melahirkan keturunan
demi keberlangsungan hidup manusia. Naluri untuk memperoleh keturunan melalui
hubungan seksual bukan hanya terdapat pada manusia tetapi juga pada binatang.
Hanya saja binatang melakukannya dilatarbelakangi oleh naluri saja sedangkan
manusia selalu mengaitkan masalah seks dengan seperangkat aturan/ norma.
Perilaku seksual yang dilakukan dengan melanggar norma biasanya dinilai sebagai
perilaku tidak bermoral dan melanggar hukum seperti perkosaan dan hubungan seks
di luar nikah atau hubungan seks abnormal seperti melakukan hubungan seks
dengan pasangan di bawah umur (pedofilia), sodomi, homoseks dan lesbian.
Karena
masalah seksual adalah masalah yang sangat pribadi, maka orang-orang biasanya
membahas dengan sangat tertutup. Rasulallah S.A.W. bersabda yang artinya:
Allah
sungguh tidak malu menyampaikan kebenaran ini. Janganlah seorang suami
menyalurkan syahwat kepada istrinya lewat duburnya(H.R Ahmad).
Maksud dari hadist ini adalah bahwa Allah
tidak malu untuk mengajarkan kebenaran sekalipun manusia merasa malu
mendengarkan apa yang disampaikan tersebut. Jika suami atau istri berbicara tentang hubungan
seksual sehingga diketahui oleh umum apa yang mereka lakukan (kata-kata dan perbuatannya) maka
haram hukumnya[3].
Dari Abi Said
Rasulallah berkata: Sesungguhnya orang yang paling buruk martabatnya di hari
kiamat yaitu laki-laki yang menuangkan air pada istrinya dan istrinya
menuangkan air kepadanya, kemudian ia siarkan rahasiannya (istrinya) (H.R
Ahmad).
Islam
memberikan beberapa aturan tentang bagaimana seharusnya kehidupan seksual dalam
perkawinan Islam. Al Qur’an mengibaratkan istri sebagai ladang bagi suaminya
yang harus diperlakukan secara baik.
öNä.ät!$|¡ÎS Ó^öym öNä3©9 (#qè?ù'sù öNä3rOöym 4¯Tr& ÷Läê÷¥Ï© ( (#qãBÏds%ur ö/ä3Å¡àÿRL{ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur Nà6¯Rr& çnqà)»n=B 3 ÌÏe±o0ur úüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËËÌÈ
223. Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam,
Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.
dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira
orang-orang yang beriman (Q.S. Al Baqarah (2):223)
Rasulallah menjelaskan secara detail tentang
bagaimana
seharusnya suami bersikap terhadap istri dalam kehidupan seksual.
Penjelasan-penjelasan Rasulallah melalui hadist diantaranya adalah:
1. Bersikaplah lemah lembut jika berduaan dengan istri;
Bila Rasulallah menyendiri dengan istrinya,
maka ia merupakan orang yang sangat lembut tertawa dan senyumnya(HR. Ahmad).
2. Memberikan ciuman dan ucapan yang sangat
romantis.
Rasulallah
bersabda: “Seseorang diantara kamu janganlah sekali-kali menyenggamai istri
seperti seekor hewan bersenggama, tetapi hendaklah ia didahului dengan
perantaraan.” lalu ada yang bertanya: “Apakah perantaraan itu?” Sabdanya:
“Yaitu ciuman dan ucapan (romantis).”(HR. Bukhari dan Muslim).
1. Didahului dengan cumbuan dan jangan mendadak seperti sabda
Rasulallah:
Rasulallah saw. melarang bersenggama sebelum didahului permainan(HR.
Khathib, dari Jabir).
Jangan terburu-buru melepaskan penis sebelum istri
memperoleh kepuasan. Seperti sabda Rasulallah:
Jika seseorang
diantara kamu bersenggama dengan istrinya, hendaklah ia lakukan dengan penuh
kesungguhan. Kemudian kalau ia telah menyelesaikan kebutuhannya (puas) sebelum istrinya
mendapatkan kepuasan, maka janganlah ia terburu-buru mencabut (penisnya) sampai
istrinya menemukan kepuasan (HR. ‘Abdul Razaq
dan Abu Ya’la, dari Anas).
2. Jangan menyenggamai istri di luar tempatnya. Seperti sabda Rasulallah:
Allah sungguh malu untuk menyampaikan
kebenaran ini. Janganlah seorang suami menyalurkan syahwatnya kepada istrinya
lewat duburnya.(HR. Ahmad).
5. Larangan menyenggamai istri ketika haid.
tRqè=t«ó¡our Ç`tã ÇÙÅsyJø9$# ( ö@è% uqèd ]r& (#qä9ÍtIôã$$sù uä!$|¡ÏiY9$# Îû ÇÙÅsyJø9$# ( wur £`èdqç/tø)s? 4Ó®Lym tbößgôÜt ( #sÎ*sù tbö£gsÜs? Æèdqè?ù'sù ô`ÏB ß]øym ãNä.ttBr& ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§qG9$# =Ïtäur úïÌÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ
222. Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:
"Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati
mereka, sebelum mereka suci. Apabila
mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan
Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
6. Membaca do’a sebelum
berjimak (bersenggama).
Disunatkan membaca bismillah
dan Audzubillahiminasyaithani-rajim, ketika hendak berjimak. Rasulallah
bersabda:
Jika seseorang diantara kmu
hendak mendatangi isterinya maka bacalah “Bismillah
Allahuma jannibnaasy-syaithana wa jannibisy-syaithana maa razaqtana”. “Jika diantara
waktu keduanya ditakdirkan terjadi anak, maka syaitan tidak akan membahayakan
anak itu selama-lamanya.(HR Bukhari Muslim dari Ibnu Abbas).
7. Jarak waktu suami menyenggamai istri.
Imam Ghazali dari madzhab Syafi’i menyatakan bahwa
sedikitnya suami mendatangi istrinya 4 malam sekali atau sesuai kebutuhan istri
dalam memenuhi kebutuhannya. Ibnu Hazm berkata bahwa suami wajib mengumpuli istrinya
sedikitnya satu kali setiap bulan jika ia mampu. Ahmad menentukan 4 bulan sekali
suami wajib mengumpuli istrinya dan sedikitnya memberikan batas waktu 6 bulan.
Sedangkan
setiap istri harus menyadari bahwa memenuhi kebutuhan seksual suami merupakan
hak suami atas istri. Istri yang menolak untuk melakukan hubungan seksual
sedangkan ia tidak sedang haid, nifas, berpuasa atau haji dan umroh atau tanpa
alasan yang dibenarkan maka ia telah berdosa dan durhaka pada suami. Perlu
diketahui bahwa pada umumnya kebutuhan seksual seorang suami lebih tinggi dari istri.
Jika dorongan seksual ini tertahan akan mengganggu stabilitas emosi dan
ketenangan berfikir. Dalam kondisi seperti ini ada pula kemungkinan suami
terjerumus pada perzinaan atau perselingkuhan.
B.
Pembagian Peran Dalam Perkawinan
2. Posisi dan Peran Suami dalam Keluarga
Ketika seseorang merencanakan
untuk melangsungkan perkawinan dengan pasangannya, pada saat itu pula keduanya
merencanakan untuk membentuk kelompok baru yang disebut keluarga. Semua bentuk
kelompok sosial yang ada dalam masyarakat memerlukan pembagian peran dan tanggung
jawab. Selain itu setiap anggota kelompok memiliki hak-hak tertentu atas kelompok.
Semua pembagian peran, tanggung jawab dan hak dalam kelompok ditujukan demi
mencapai tujuan dan integritas kelompok tersebut. Demikian pula halnya dengan
keluarga. Setiap keluarga pasti memiliki tujuan; mengapa pasangan tersebut bersepakat
menikah dan membentuk keluarga serta kondisi seperti apa yang ingin mereka
capai dalam membentuk keluarga tersebut. Di dalam keluarga pembagian peran dan
tanggung jawab merupakan sebuah keharusan.
Setiap
peran yang harus dilakukan individu dalam kelompok berkaitan erat dengan status
yang menempatkan individu tersebut pada posisi tertentu dalam struktur
kelompok. Dalam struktur hirarkis vertikal sebuah keluarga, “Bapak (suami)”
menempati posisi/ status sebagai kepala keluarga yang dituntut untuk dapat
melaksanakan peran-peran tertentu. Status atau kedudukan diartikan sebagai
tempat atau posisi sesorang dalam suatu kelompok sosial, sedangkan peranan
merupakan aspek dinamis dari status[4].
Di
dalam sebuah tatanan masyarakat, suatu status berisikan hak dan kewajiban yang
dimiliki seseorang. Ketika hak dan kewajiban dilaksanakan dengan melibatkan
orang lain dalam lingkungan sosialnya, pada saat itulah individu melaksanakan peranan sesuai dengan
statusnya. Apabila individu tidak dapat melaksanakan peranan sesuai statusnya
maka hal itu disebut konflik peran (conflict of role).
Di
dalam Islam, keluarga merupakan sebuah kelompok sosial yang telah ditetapkan
bentukya. Pertama keluarga terbentuk karena proses pernikahan yang
didalamnya terdapat ijab kabul
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Kedua secara garis besar
Islam menetapkan posisi suami, istri dan anak-anak dalam keluarga. Islam
menetapkan posisi laki-laki adalah pemimpin kaum wanita dalam keluarga.
ãA%y`Ìh9$# cqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ @Òsù ª!$# óOßgÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$srB Æèdyqà±èS ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ÒyJø9$# £`èdqç/ÎôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& xsù (#qäóö7s? £`Íkön=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# c%x. $wÎ=tã #ZÎ62 ÇÌÍÈ
34. Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh,
ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,
oleh karena Allah telah memelihara (mereka. wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha besar.
Dalam tafsir Ibnu Katsir
dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan pemimpin (qawwamun) adalah
laki-laki sebagai pengatur atau pengontrol jika keliru[5].
Seorang laki-laki hendaknya memiliki pengetahuan tentang
rumah tangga Islam, karena kepemimpinan seorang laki-laki dalam keluarga akan
dipertanggungjawabkan dihadapan Allah mengingat istri adalah amanah yang
diberikan langsung oleh Allah dan para suami menikahi istrinya dengan menyebut
kalimat Allah. Bagaimana seorang laki-laki dapat menjadi pemimpin yang baik
dalam keluarga jika ia tidak mengetahui konsep perkawinan Islam, khususnya
pengetahuan tentang perannya sebagai seorang suami dan seorang ayah dari
anak-anaknya. Selain bertanggung jawab menafkahi istri,
suami pun bertanggung jawab membimbing akhlak istrinya. Karena itu sebelum
menikah seorang laki-laki harus membenahi dirinya dengan akhlak Islam. Rasulallah mengajarkan kepada para suami
bagaimana cara membimbing istri.
Dari Abu
Hurairah, Rasulallah SAW bersabda: “Nasehatilah para wanita itu baik-baik,
karena wanita itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok; dan tulang rusuk
yang paling bengkok adalah yang teratas. Jika engkau terlalu keras
meluruskannya engkau akan mematahkannya. Tetapi jika engkau biarkan tentu akan
tetap bengkok. Karena itu berilah nasehat baik-baik kepada para wanita” (HR
Bukhari dan Muslim).
Maksud dari hadist di atas adalah bahwa
Rasulallah melarang suami melakukan cara-cara yang kasar dalam menasehati dan
meluruskan kekeliruan istri. Rasulallah memisalkan dengan “tulang rusuk yang
patah” jika suami menasehati istrinya dengan cara yang kasar. Istri akan merasa
kebingungan dan frustrasi. Tetapi suamipun jangan bersikap terlalu lunak hingga
melemahkan posisi laki-laki sebagai pemimpin keluarga dan membuat istri berbuat
seenaknya.
Peran
suami sebagai pemimpin dalam rumah tangga ditetapkan pula dalam UU no.1 tahun
1974 pasal 31 ayat 3. Dalam pasal 34 ayat 1 UU no. 1 tahun 1974 dinyatakan
bahwa suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan
hidup berumahtangga sesuai dengan kemampuannya.
Kondisi sosial telah berkembang semakin
cepat. Terdapat perubahan dalam beberapa aspek dalam lembaga-lembaga sosial
yang ada di masyarakat, termasuk lembaga keluarga. Kini tugas mencari nafkah
(keperluan rumah tangga) tidak hanya dilakukan oleh suami tetapi juga oleh istri.
Ada beberapa
alasan mengapa istri ikut serta dalam mencari nafkah yaitu:
1.
Untuk mencukupi
kebutuhan rumah tangga. Artinya jika istri tidak ikut serta mencari nafkah maka
keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
2.
Untuk membantu memenuhi
kebutuhan rumah tangga. Artinya kondisi ekonomi keluarga sudah mencukupi tetapi
untuk meningkatkan taraf kehidupan ekonomi maka istri ikut serta membantu mencari
nafkah.
3.
Dengan mobilitas perempuan yang
cukup tinggi, peningkatan mutu pendidikan bagi perempuan dan prestise sosial,
kadangkala istri merasa perlu untuk mengambil peran di ruang publik dengan
bekerja dan menghasilkan uang.
Dengan perubahan peran perempuan yang turut
serta mencari nafkah atau dalam kondisi tertentu suami tidak mampu mencari
nafkah, apakah ada pengaruhnya terhadap fungsi suami sebagai kepala keluarga?
Secara konseptual, perluasan peran istri yang juga turut mencari nafkah tidak
serta merta menggeser fungsi suami sebagai pemimpin rumah tangga atau kepala
keluarga. Mengapa? Karena kepemimpinan suami dalam rumah tangga tetap akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Inti kepemimpinan suami adalah menjaga
dan meningkatkan keimanan anggota keluarganya. Inti kepemimpinan suami dalam
keluarga adalah seperti pada firman Allah:
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr&
ö/ä3Î=÷dr&ur
#Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur
$pkön=tæ
îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ©
w tbqÝÁ÷èt
©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur
$tB
tbrâsD÷sã
ÇÏÈ
6. Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan(Q.S. At Tahrim (66):6).
Jika istri dan anak-anak memiliki
perilaku buruk maka laki-laki sebagai suami dan ayah turut bertanggung jawab
atas kondisi tersebut, kecuali jika laki-laki tersebut telah berusaha
menjalankan peran-perannya dengan baik dalam keluarga dan perilaku buruk
anggota keluarga tersebut bukan disebabkan karena kelalaiannya sebagai pemimpin
rumah tangga. Esensi kepemimpinan inilah yang harus dipertanggungjawabkan
dihadapan Allah. Sebaliknya Allah akan memberikan pahala dan penghargaan yang
tinggi kepada laki-laki yang berusaha dengan keras menjalankan perannya sebagai
suami dan ayah. Seperti sabda Rasulallah:
“Barangsiapa
yang menafkahkan hartanya untuk istri, anak dan penghuni rumah tangganya, maka
dia telah bersedekah” (HR Thabrani).
Hadist ini menunjukkan bahwa pengeluaran
materiil untuk konsumsi anggota keluarga mempunyai nilai ibadah dan orang yang
melakukannya mendapat pahala. Tidak ada satupun perilaku yang terlepas dari
nilai ibadah. Karena itu seorang laki-laki yang menafkahkan pendapatannya untuk anggota
keluarganya akan mendapat penghargaan dari Allah. Setiap nafkah yang diberikan
kepada keluarga adalah sedekah. Maka jika seorang laki-laki bersungguh-sungguh
dan ikhlas menafkahi keluarganya setiap hari maka sungguh besar nilai sedekah
dan pahala bagi dirinya. Selanjutnya tergantung pada niat para suami dalam
memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya, apakah dengan itu ia akan
menunjukkan kekuasaan yang sewenang-wenang atau ikhlas semata-mata karena Allah
dan karena cinta
kasih kepada keluarganya.
Pada konteks masyarakat
sekarang, seringkali tanggung jawab ekonomi yang ada pada suami ditafsirkan
sebagai ketergantungan ekonomi istri kepada suami yang dapat menyebabkan
lemahnya posisi tawar terhadap keputusan-keputusan rumah tangga. Jika tugas
mencari nafkah yang diemban oleh suami disadari sebagai sesuatu yang sakral dan
memiliki nilai-nilai ketuhanan maka ketidakadilan dalam rumah tangga akan dapat
dicegah. Pada dasarnya pemberian nafkah kepada istri bukanlah merupakan
ketergantungan ekonomi istri pada suami tetapi justru jaminan sosial ekonomi
yang diberikan suami karena tugas-tugas istri yang tak dapat tergantikan
seperti hamil, melahirkan, menyusui dan pengasuhan anak-anak serta tugas-tugas
domestik lainnya yang menyebabkan istri tidak dapat menafkahi dirinya sendiri.
Apabila suami tidak
mampu mencukupi kebutuhan rumah tangga maka istri dibolehkan untuk membantu
suami bekerja. Hal demikian dinilai sebagai bentuk hubungan yang saling
menolong seperti hadist yang berbunyi:
Apabila seorang istri menafkahkan makanan rumah tangganya
dengan tidak bermaksiat, maka dia mendapat pahala dari apa yang diusahakan,
demikian pula suami mendapat pahala dari apa yang diusahakannya, demikian pula
pelayan mendapat pahala dan pahala mereka tidak dikurangi sedikitpun (HR.
Thabrani).
Jika istri
ikut bekerja mencari nafkah, bukan berarti suami melepaskan tanggung jawabnya
sebagai pencari nafkah. Dalam beberapa kasus yang terjadi di masyarakat, istri
tidak mendapat mendapatkan nafkah materi dari suami karena dianggap telah memiliki
pandapatan sendiri. Sebaiknya ada beberapa hal yang mungkin perlu disepakati oleh
suami dan istri dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi rumah tangga yang ada.
Kesepakatan ini perlu agar keduanya (suami istri) merasakan keadilan dalam
pembagian peran di rumah tangganya. Keterbukaan dalam hal keuangan rumah tangga
merupakan
satu hal yang sangat penting. Bukankah sepasang suami istri adalah satu tim
yang berusaha mewujudkan sebuah proyek, yaitu
keluarga yang stabil dan seimbang, sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan
material dan spiritual anggotanya. Maka apapun yang dilakukan dan diusahakan
oleh suami dan istri tentunya ditujukan untuk menciptakan bangunan keluarga
yang kokoh.
3. Posisi dan Peran Istri Dalam Keluarga
Sebuah sistem akan berjalan harmonis apabila semua unsur
dalam sistem tersebut melaksanakan fungsinya dengan baik. Semua unsur dalam
sistem tersebut mempunyai fungsi masing-masing yang saling mendukung demi
kestabilan sistem tersebut. Demikian pula halnya yang terjadi dalam sistem
keluarga. Masing-masing anggota keluarga (yang merupakan unsur-unsur dari
sistem keluarga) memiliki fungsi dan perannya masing-masing yang saling
melengkapi. Suami menjadi pemimpin keluarga dan pencari nafkah, istri
melahirkan dan menyusui anak-anaknya dan yang terutama adalah menerima
kepemimpinan suami. Sebagai istri ia harus menghormati peran-peran suaminya
sebagai pemimpin keluarga. Bagaimana cara menerima dan menghormati kepemimpinan
suami? Ada beberapa petunjukdari Al Qur’an dan hadist yang bisa menjadi
tuntunan bagi istri agar bisa menerima kepemimpinan suami yaitu: Pertama,
di dalam Al Qur’an dinyatakan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan.
* ßNºt$Î!ºuqø9$#ur z`÷èÅÊöã £`èdy»s9÷rr& Èû÷,s!öqym Èû÷ün=ÏB%x. ( ô`yJÏ9 y#ur& br& ¨LÉêã sptã$|ʧ9$# 4 n?tãur Ïqä9öqpRùQ$# ¼ã&s! £`ßgè%øÍ £`åkèEuqó¡Ï.ur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ 4 w ß#¯=s3è? ë§øÿtR wÎ) $ygyèóãr 4 w §!$Òè? 8ot$Î!ºur $ydÏ$s!uqÎ/ wur ×qä9öqtB ¼çm©9 ¾ÍnÏ$s!uqÎ/ 4 n?tãur Ï^Í#uqø9$# ã@÷VÏB y7Ï9ºs 3 ÷bÎ*sù #y#ur& »w$|ÁÏù `tã <Ú#ts? $uKåk÷]ÏiB 9ãr$t±s?ur xsù yy$oYã_ $yJÍkön=tã 3 ÷bÎ)ur öN?ur& br& (#þqãèÅÊ÷tIó¡n@ ö/ä.y»s9÷rr& xsù yy$uZã_ ö/ä3øn=tæ #sÎ) NçFôJ¯=y !$¨B Läêøs?#uä Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# $oÿÏ3 tbqè=uK÷ès? ×ÅÁt/ ÇËÌÌÈ
233. Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi
Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas
keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan(Q.S. Al Baqarah (2):233).
Laki-laki diberi tanggung jawab
sebagai pemimpin dalam keluarga, maka Allah telah menciptakan laki-laki sesuai
dengan kadarnya sebagai pemimpin keluarga. Kondisi
fisik dan psikologis diciptakan sedemikian rupa sehingga telah ada kadar dan
potensi laki-laki untuk memimpin keluarganya. Demikian juga tentang perempuan,
kondisi fisik, biologis dan psikologisnya diciptakan untuk dapat melahirkan,
menyusui serta fungsi pengasuhan anak. Tetapi potensi saja tidak cukup untuk
dapat menjalankan peran-peran sosial dalam keluarga. Potensi tersebut harus
diasah dan laki-laki serta perempuan harus mempelajari peran-peran tersebut
melalui proses sosialisasi. Selain itu mereka harus memiliki seperangkat
pengetahuan yang cukup untuk dapat menjalankan peran-perannya dalam keluarga.
Setiap istri
hendaknya memahami bahwa Al Qur’an telah menetapkan bahwa laki-laki adalah pemimpin
keluarga. Di dalamnya terdapat hikmah yang besar bagi orang-orang yang beriman.
Istri menerima kepemimpinan suami sebagai bentuk keimanannya kepada Allah dan
kesadaran memang harus ada seorang pemimpin dalam keluarga. Posisi suami
sebagai pemimpin keluarga justru memiliki makna bahwa suami wajib menjamin
kehidupan istri lahir dan bathin, karena istri adalah amanah Allah yang
diberikan langsung kepada suami. Istri memiliki rahim yang darinya sebuah
kehidupan dimulai. Inilah makna inti dari mengapa istri dinilai sebagai amanah
dari Allah. Jika suami memimpin dengan baik, memberi nafkah lahir dan bathin,
membimbing serta melindungi istrinya berarti ia memelihara sebuah kehidupan
yang lahir dari rahim istrinya. Dengan penghargaan yang diberikan Islam
terhadap kedudukan istri dalam rumah tangga maka selayaknya istri menerima
kepemimpinan suami dengan baik. Kedua, di dalam hadis dinyatakan
Setiap orang diantaramu adalah
penanggung jawab dan setiap orang dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya. Seorang imam adalah penanggung jawab atas ummatnya. Ia
dimintai tanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang suami penanggung jawab
atas keluarganya, ia dimintai tanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang istri
penanggung jawab atas rumah tangga suaminya (bila suami pergi), ia dimintai
tanggung jawab atas kepemimpinannya. (HR Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi dari
Ibnu Umar).
Bila suami
tidak di rumah, maka istri mengambil alih kepemimpinan rumah tangga. Kewajiban
utama selama suami tidak di rumah adalah tanggung jawab menjaga harta kekayaan
suami dan anak-anak. Segala sesuatu menyangkut keputusan rumah tangga harus
melalui ijin atau kesepakatan suami. Hal ini perlu dilakukan demi menghormati
kepemimpinan suami sehingga suami tidak merasa diabaikan. Selain itu seorang istri
yang baik adalah istri yang menjaga kehormatan dirinya ketika suami tidak di
rumah, seperti diriwayatkan dalam sebuah hadist:
Rasulallah bersabda: sebaik-baik istri yaitu yang
menyenangkanmu ketika kamu lihat, taat kepadamu ketika kamu suruh, mejaga
dirinya dan harta kamu ketika kamu pergi (HR thabrani dari Abdullah bin Salam).
Di dalam Al Qur’an dinyatakan: Wanita-wanita
shalihah yaitu yang taat (berdiam di rumah) lagi memelihara kehormatannya
ketika suaminya pergi sebagaimana Allah telah memeliharanya.
ãA%y`Ìh9$# cqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ @Òsù ª!$# óOßgÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$srB Æèdyqà±èS ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ÒyJø9$# £`èdqç/ÎôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& xsù (#qäóö7s? £`Íkön=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# c%x. $wÎ=tã #ZÎ62 ÇÌÍÈ
34. Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum
wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat
kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika
mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya
Allah Maha Tinggi lagi Maha besar (Q.S. An Nisaa (4):34).
Para istri memiliki tugas yang lebih berat ketika
suaminya pergi. Selain mengambil alih kepemimpinan suami untuk sementara, ia
juga harus memelihara kehormatannya, misalnya tidak menerima tamu yang bukan muhrim
untuk masuk ke dalam rumahnya. Di dalam masyarakat Indonesia pada umumnya,
tidak mempersilahkan masuk tamu yang datang dianggap tidak sopan. Sebagian
masyarakat tidak mengerti bahwa hal ini sangat tidak dianjurkan oleh Islam
karena dapat menimbulkan fitnah. Para istri
yang bekerja di luar rumah juga hendaknya menjaga pergaulan dengan orang-orang
yang bukan muhrim di lingkungan kerjanya. Interaksi yang cukup lama dan intens
dalam lingkungan kerja dapat menumbuhkan suasana akrab. Tetapi kadangkala
keakraban ini dapat menimbulkan fitnah karena tidak bisa menjaga pergaulan
sebagai seorang perempuan yang telah bersuami. Inilah yang sering dilupakan
oleh para istri yang bekerja di luar rumah.
Selain sebagai istri,
seorang perempuan memiliki status sebagai ibu bagi anak-anaknya. Apa hakekat
seorang ibu? Ibu adalah tanah dimana bagai sebatang pohon, seorang anak tumbuh
kembang diatasnya. Jika tanah subur, pohon akan tumbuh dengan baik, berbunga dan berbuah. Tanah akan
memeluk akar, akar bersandar pada tanah hingga menjadi sebatang pohon yang
kuat, tidak rapuh dan tidak roboh. Maka jadilah ibu sebagai tanah yang baik
bagi tumbuh kembang anak.
Allah telah menentukan kadarnya
bagi perempuan untuk menjadi ibu. Bukan hanya karena kondisi biologis sehingga
perempuan bisa dibuahi, hamil, melahirkan dan menyusui, tetapi juga seperangkat
instrumen lain seperti sifat feminim yang sangat diperlukan dalam fungsi
pengasuhan. Sifat feminim yang bersumber dari hormon yang terdapat pada
perempuan sangat dibutuhkan oleh seorang bayi yang tidak berdaya. Tanpa adanya figur feminim
yang mengasuhnya, maka keberlangsungan hidup manusia tidak dapat berjalan
secara sehat[6].
Sifat feminim dikaitkan dengan orientasi emosional yaitu pasif, berkorban untuk
kepentingan orang lain, tergantung, afeksi atau pemberi cinta dan pengasuh[7].
Fungsi pengasuhan dengan segala instrumen yang ada pada diri perempuan
merupakan tugas yang diberikan Allah demi keberlangsungan kehidupan alam
semesta yang seimbang terutama kehidupan manusia itu sendiri.
Melihat konteks
kehidupan sekarang, banyak dari perempuan mengalami perluasan peran sebagai
pencari nafkah. Dalam kondisi seperti ini hendaknya
dipertimbangkan alokasi waktu agar perannya sebagai ibu dan sebagai perempuan
bekerja dapat tertata dengan baik, terutama bagai para ibu yang memiliki anak
usia pra sekolah (0-3 tahun). Banyak dari perempuan
menyatakan kualitas pertemuan dengan anak lebih penting dari kuantitas
pertemuan. Pernyataan seperti ini tidak dapat diterima untuk segala
kondisi dan fase perkembangan anak. Bagi anak-anak balita, banyaknya waktu
pertemuan justru menunjukkan kualitas pertemuan. Pengasuhan tidak hanya
menyangkut hal-hal praktis seperti memberi makan dan bermain, tetapi makna
dibalik itu adalah pembentukan kepribadian dasar anak. Yang harus diingat adalah
setiap detik interaksi anak dengan orang-orang disekitarnya adalah sebuah
proses pendidikan. Berikanlah yang terbaik untuk anak semampu mungkin. Jika
dapat memberikan air susu ibu maka jangan diberikan susu formula (susu kaleng).
Jika orang tua memiliki waktu cukup untuk anak-anaknya maka habiskanlah
kebersamaan yang berkualitas dengan mereka.
Beberapa perempuan yang
sudah berumah tangga mungkin lebih beruntung jika mereka mampu mempekerjakan pembantu rumah tangga.
Tetapi yang harus diingat adalah bahwa
pengasuhan secara
kualitatif tidak dapat digantikan
oleh orang lain karena bersifat sangat pribadi (orientasi personal) dan ada
keterlibatan emosi di dalamnya. Hal inilah yang harus dipertimbangkan bahwa ada
peran-peran yang tidak dapat tergantikan oleh siapapun, yaitu perannya sebagai
ibu yang memiliki fungsi pengasuhan dan pendidikan.
Kondisi fisik dan
psikis seorang ibu sangat berpengaruh terhadap interaksi antar ibu dengan anak.
Beberapa kasus kekerasan terhadap anak justru dilakukan oleh ibu kandung. Ibu
kandung yang melakukan tindak kekerasan terhadap anak adalah ibu dengan emosi
yang labil. Selain karena kondisi ekonomi yang serba kekurangan, mereka juga adalah
para istri yang merasa disia-siakan dan diperlakukan semena-mena oleh suami.
3. Posisi dan Peran Anak Dalam Keluarga
Salah satu tujuan perkawinan adalah melahirkan keturunan. Setiap
pasangan yang telah berumah tangga tentu mengharapkan keturunan (anak) yang
berkualitas, sehat jasmani dan rohani, cerdas serta menjadi anak yang saleh/
salehah. Melahirkan dan menjadikan anak-anak sebagai pribadi yang berkualitas
merupakan sebuah proses mendidik sepanjang kehidupan rumah tangga hingga sang anak dapat
hidup mandiri secara sosial ekonomi dan membentuk keluarganya sendiri.
Satu hal yang perlu
diperhatikan oleh setiap laki-laki dan perempuan yang ingin menikah adalah
sebuah pemahaman bahwa persiapan pendidikan anak harus dimulai sejak pemilihan
jodoh. Dalam hadist dinyatakan:
Dari Asisyah ra: “Pilihlah untuk tempat air mani kamu
dan pilihlah orang-orang yang sepadan.
Hadist ini memberi petunjuk bahwa seorang laki-laki yang ingin
menikah hendaknya memperhatikan kepribadian calon istri yang nanti akan menjadi
ibu dari anak-anaknya. Ia hendaknya memperhatikan kemampuan calon istrinya dalam
mengasuh dan mendidik anak-anaknya kelak. Seorang ibu yang memiliki
kepribadian/ akhlak yang baik tentunya akan berpengaruh terhadap proses tumbuh
kembang anak-anaknya. Demikian pula halnya jika seorang perempuan akan memilih
calon suami, hendaknya diutamakan aspek kehidupan beragamanya sesuai dengan
petunjuk Rasul:
Jika kepadamu datang (meminang) seorang pemuda yang kamu
senang akan agama dan akhlaknya maka kawinkanlah puterimu dengannya (H.R.
Tirmizi).
Selanjutnya hubungan yang harmonis antara suami dan istri sangat
berpengaruh terhadap proses pendidikan anak dalam rumah tangga. Pengaruh ini
tidak hanya ketika si anak telah lahir, tetapi juga sejak anak masih dalam
kandungan. Perasaan seorang ibu ketika hamil akan berpengaruh terhadap janin.
Ketika si ibu merasa senang, pesan biologis kesenangan ini akan ditransmisikan
kepada bayi[8].
Penelitian para ilmuwan dalam bidang perkembangan menunjukkan bahwa janin
berusia 5 bulan sudah merasakan stimulus dari luar[9].
Jadi selain janin menerima stimulus tentang perasaan si
ibu pada usia 5 bulan, janin juga dapat mendengar suara-suara dari luar rahim.
Itulah sebabnya lingkungan sosial
(hubungan harmonis dalam keluarga) dapat berpengaruh terhadap kondisi
dan stimulasi janin. Dapat dimengerti mengapa seorang ibu hamil yang mengalami tekanan
bathin beresiko mengalami keguguran.
Dengan keyakinan
bahwa anak dalam kandungan sudah dapat menerima stimulus dari luar dan dapat
dididik, Prof. DR. H Baihaqi AK memberikan petunjuk praktis tentang metode
mendidik anak dalam kandungan secara islami seperti metode membaca Al Qur’an untuk ibu
hamil serta kegiatan-kegiatan ibadah yang lainnya[10].
Lebih baik lagi apabila kegiatan ibadah ini memiliki pola tertentu (teratur,
berkala, rutin) sehingga dapat menjadi stimulus yang baik bagi janin. Kegiatan
peribadatan yang sudah terpola misalnya sholat lima waktu. Membaca Al Qur’an dan berzikirpun
sebaiknya dilakukan terpola (rutin pada waktu yang telah ditentukan) dan dengan
suara yang kira-kira terdengar oleh janin dalam perut ibu.
Hubungan yang
harmonis antara suami dan istri sangat mempengaruhi proses mendidik anak dalam
kandungan. Suasana yang tenang dan menentramkan dari lingkungan akan memberikan
rangsang positif bagi anak dalam kandungan. Sebaliknya hubungan yang penuh konflik dan penuh pertentangan dan
perselisihan antara suami dan istri merupakan faktor yang tidak menguntungkan
dalam upaya pendidikan anak dalam kandungan.
Hasil penelitian
membuktikan bahwa bayi yang diberi stimulasi pralahir, lebih mudah menyesuaikan
diri, lebih mudah disusui dan memiliki kemampuan lebih dalam hal bahasa serta
mampu menyelesaikan masalah dibanding teman-teman sebayanya yang tidak diberi
stimulasi pralahir[11].
Karena itu sangat perlu untuk memahami dan mengusahakan agar pendidikan anak dilakukan sejak sang bayi masih dalam kandungan.
Tentu saja pendidikan yang terbaik bagi anak baik sebelum atau sesudah lahir adalah
pendidikan yang islami. Jika metode Barat menyarankan untuk mendengarkan lagu-lagu
klasik untuk meningkatkan kemampuan kecerdasan anak dan mengajaknya berbicara
dengan cara yang terpola, maka alangkah lebih baiknya orangtua memperdengarkan
juga ayat-ayat Al Qur’an, salawat, wirid dan lagu-lagu islami.
Orang tua memiliki
kewajiban membesarkan anak-anaknya sebagai amanat dari Allah. Jadi posisi
anak-anak dalam pandangan orang tua adalah sebagai amanah (titipan) dari Allah
yang wajib dididik dengan cara menyediakan lingkungan yang sehat bagi tumbuh kembang anak hingga dewasa.
Lingkungan sehat yang dimaksud bukan hanya lingkungan fisik tetapi juga
lingkungan sosialnya. Anak tidak selayaknya diperlakukan sebagai investasi yang diharapkan menjamin kehidupan orang tua di masa depan.
Pendidikan untuk
anak diawali dengan keinginan dari orang tua untuk dapat menjalankan peran-peranya sebagai seorang
ayah dan seorang ibu yang baik. Tidak ada sekolah untuk menjadi orang tua.
Tetapi setiap orang senantiasa harus belajar dari pengalaman, dari buku-buku
bacaan atau dari diskusi-diskusi yang membahas tentang pendidikan anak.
Kesadaran bahwa mereka (orang tua) merupakan figur pertama yang dijadikan
contoh oleh anak dalam proses pembentukan kepribadian akan membuat orang tua berusaha
menampilkan diri sebagai seseorang yang memiliki kekuatan moral dan spiritual.
Memang, orang tua adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Tetapi
kesadaran bahwa mereka adalah contoh yang dijadikan referensi oleh anak dalam
proses menjadi manusia dewasa, akan mengurangi kelalaiannya dalam menjalankan
peran-peran sosialnya.Rasulallah bersabda:
“Jika seseorang
memiliki sifat shaleh, maka Allah kelak mengaruniakan atas diri anak-anak dan
cucu yang shaleh pula[12].”
Sebaliknya apabila orang tua banyak melakukan tindakan-tindakan
yang tidak sesuai norma agama, tentu hal ini akan sangat berpengaruh buruh pada
anak.
Selain orang tua dan anggota keluarga lainnya, sekolah
dan lingkungan pergaulan ikut serta mempengaruhi kepribadian anak. Disini orang
tua memiliki peran penting untuk memberi pandangan tentang apa yang terjadi di
luar sana. Keluarga dan masyarakat kadangkala memiliki perbedaan dalam menilai
apakah sesuatu itu buruk atau baik, misalnya tentang cara berpakaian dan cara
bergaul dengan lawan jenis. Tidak mungkin pula orang tua mengurung atau menutup
pengaruh luar itu atas diri anak. Anak-anak akan mendapatkan informasi tentang
dunia luar dari TV, majalah atau internet yang tak mungkin orang tua
mencegahnya. Maka tugas inti dari orang tua dalam mendidik anak adalah
bagaimana membentuk kontrol diri si anak sehingga sengan sendirinya anak-anak
mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan hal apa saja yang harus dihindari.
Membentuk kemampuan kontrol diri anak tidaklah secepat
memberikan pendidikan kursus atau pelatihan. Pembentukan kontrol diri lebih
banyak berkaitan dengan proses sosialisasi dan bagaimana sebuah sistem nilai
itu dijiwai dan dihayati sehingga membentuk sebuah sikap yang menetap dan
membentuk pola perilaku. Dengan demikian diperlukan komunikasi yang intens, rentang waktu yang relatif lama, interaksi yang akrab dan contoh-contoh perilaku yang nyata dari
orang tua. Berikanlah waktu yang
cukup untuk anak dan hubungan yang berkualitas sesuai fase perkembangan anak sehingga
proses transfer nilai (terutama nilai-nilai agama) dapat berjalan dengan baik.
C. Proses
Pendidikan Dalam Keluarga
Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak-anak. Di dalam rumah
seorang anak belajar memahami seperangkat aturan dan pemahaman peran-peran
setiap anggota keluarga. Ketika seorang anak lahir, ia belum memiliki
kepribadian. Kepribadian anak dibentuk oleh lingkungan, terutama oleh lingkungan
keluarganya, seperti dinyatakan dalam
hadist:
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan ftrah, kedua orang
tuanyalah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi (H.R. Bukhari).
Kepribadian adalah organisasi dari sikap-sikap (predispositions)
yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perikelakuan[13].
Jadi kepribadian merupakan sikap-sikap yang untuk selanjutnya menjadi dasar
tingkah laku seseorang. Tingkah laku (behavioral) adalah segala sesuatu
yang dapat dilihat dan diamati ketika seseorang berinteraksi atau berkomunikasi
dengan orang lain. Sedangkan sikap (attitude) merupakan kumpulan dari
berfikir, keyakinan dan pengetahuan[14].
Jadi sikap belum merupakan tindakan atau aktifitas akan tetapi berupa
kecenderungan (pre disposisi) tingkah laku.
Sejak seorang bayi
lahir dimulailah pembentukan sikap ini. Si bayi dalam proses tumbuh kembangnya
akan belajar dari lingkungan tentang bagaimana berfikir (cara berfikir), memiliki
keyakinan dan
memperoleh pengetahuan. Keluarga terutama orang tua hendaknya menyadari bahwa
mereka adalah pendidik utama untuk anak-anaknya. Pembentukan sikap tidak bisa
diserahkan kepada lembaga pendidikan formal seperti sekolah atau pesantren,
karena lembaga ini hanya merupakan faktor pendukung bagi pembentukan sikap
anak.
Pembentukan sikap
dan kepribadian tidak cukup hanya mengandalkan lembaga pendidikan formal dengan
cara komunikasi satu arah di dalam kelas dengan waktu yang terbatas. Pembentukan sikap
lebih dipengaruhi oleh transfer nilai-nilai dengan cara intens dan terus
menerus. Selain itu juga, anak-anak sebagai subyek yang dididik, secara sadar atau tidak
sadar melakukan proses identifikasi terhadap pendidik. Identifikasi adalah
proses dimana individu meniru tingkah laku dan cara berfikir orang lain.
Komponen-komponen yang diperlukan dalam pembentukan sikap ini terutama ada
dalam keluarga. Jadi keluargalah yang lebih mempengaruhi pembentukan sikap.
Dalam proses
pendidikan anak di dalam rumah, pembiasaan dan contoh perilaku lebih penting
dan lebih efektif dibandingkan serangkaian nasehat. Tetapi nasehat juga sangat perlu untuk
membantu anak mengevaluasi lingkungan atau sebuah kejadian. Orang tua menuntun
anak untuk menilai apakah sesuatu itu baik atau tidak. Orang tua harus belajar cara berkomunikasi dengan anak.
Jangan sampai nasehat yang diberikan kepada anak malah memberi efek negatif
karena cara penyampaian yang keliru, misalnya terkesan mencela, mencemooh atau
mengkritik dengan pedas. Orang tua adalah personal yang menjadi model bagi anak
untuk dicontoh. Maka ketika orang tua melakukan tindakan tertentu, hal itu akan
dijadikan referensi oleh anak. Biarkanlah anak-anak melihat orang tuanya sholat
dan mengaji, karena bentuk demonstrasi seperti itu akan lebih mudah dicontoh
oleh anak. Sholat berjamaah bersama, megajari anak mengaji dan membacakan
dongeng islami sebelum tidur akan terasa lebih bernilai jika semuanya dilakukan
besama-sama orang tua. Suasana yang terbangun ketika proses mendidik tersebut memiliki
nilai emosional, sehingga proses mendidik akan lebih efektif. Sebuah ilustrasi
digambarkan disini:
Saya seorang Ibu dengan 2
orang anak yang berumur 12 tahun dan 8 tahun. Setiap magrib tiba kami selalu
sholat berjamaah. Setelah sholat, anak-anak mencium tangan kami dan kami
mencium dahi mereka. Saya mencium tangan suami saya dan ia mencium dahi saya.
Setelah itu anak-anak kami ajari mengaji dan hafalan beberapa surat pendek
dalam Al Qur’an. Di akhir mengaji kami membacakan satu hadist. Setelah itu kami
makan malam bersama. Sambil makan kadang-kadang ada beberapa pertanyaan yang
diajukan anak-anak atau cerita-cerita ringan diantara kami.
Dalam suasana keluarga seperti diilustrasikan di atas pembiasaan
yang dilakukan kepada anak tentu sangat berpengaruh besar bagi pembentukan
kepribadian anak. Di dalamnya tidak hanya terjadi proses pembelajaran tetapi
juga keterikatan emosional yang dibalut suasana religius. Dalam suasana
keluarga yang religius seperti inilah kontrol diri anak akan terbentuk.
Apakah ‘rumah’
sebuah tempat yang hanya untuk mendidik anak-anak? Tidak. Rumah adalah tempat
untuk mendidik semua anggota keluarga termasuk ayah (suami) dan ibu (istri).
Kesadaran bahwa suami adalah kepala keluarga yang wajib membimbing istri dan
anak-anaknya akan mengkondisikannya pada usaha yang terus menerus untuk menjadi
lebih baik. Sebagai pribadi, seorang laki-laki akan terus memperbaiki dirinya
dalam hal komitmen pada keluarga, keterikatan pada moral dan peran-perannya
sebagai suami dan ayah. Demikian pula halnya dengan istri, tentu ia harus
belajar menerima kepemimpinan suami dan bekerja sama serta saling mendukung.
Dengan demikian keduanya (suami-istri) berkembang menjadi lebih baik dalam
segala aspek kepribadiannya.
Dalam hidup berumah
tangga, kedewasaan setiap pasangan sangat diuji. Seseorang dikatakan telah
dewasa apabila ia memiliki sebuah sistem nilai yang diyakini, mampu bekerja
sama, mampu menerima kritik dari orang lain dan memiliki empati. Tanpa
karakteristik kedewasaan ini seseorang akan sulit berkembang, apalagi menjalani
kehidupan rumah tangga. Mengapa? Karena makna inti dari hidup berumah tangga adalah
bersama-sama menjalani kehidupan dalam sebuah landasan nilai-nilai tertentu
yang disepakati dan diyakini bersama. Bagaimana kehidupan rumah tangga akan
berjalan baik jika salah satu pasangan tidak memiliki kemampuan bekerja sama.
Dalam sebuah keluarga tidak mungkin selamanya hidup tanpa kritik dari pasangan, karena keduanya memiliki harapan satu
sama lain. Harapan-harapan dan kekecewaan yang dirasakan masing-masing pasangan
perlu dikomunikasikan dengan cara yang tepat, sehingga keduanya dapat saling
bertenggang rasa dan saling menyesuaikan. Seorang laki-laki yang sudah berumah
tangga pernah menyatakan:
Terkadang kita lupa dengan
komitmen kita pada keluarga dan lupa dengan tujuan perkawinan karena
tergilas oleh rutinitas yang padat, perbedaan pendapat antara suami-istri dan tekanan-tekanan
emosional lainnya. Selanjutnya rasa kecewa atau merasa kurang dihargai oleh
pasangan menjadi alasan utama untuk perselingkuhan atau bentuk
kompensasi-kompensasi lainnya. Suami dan istri mencari pembenaran atas
kompensasi-kompensasi yang mereka lakukan. Menghindari kejadian-kejadian seperti
itu, saya selalu memaknai realitas sehingga kesadaran akan tujuan-tujuan ideal
itu selalu hangat di benak saya. Ketika saya kelelahan dalam rutinitas
keseharian, saya menulis beberapa kalimat untuk istri
saya: “lelahku, lelahmu ada maknanya yaitu cinta. Visi kita adalah kebersamaan.
Misi kita (dalam keluarga) adalah pendidikan untuk semua. Dan semua yang kita
lakukan adalah sakral dan semata-mata ibadah”.
Dengan kesadaran seperti ini, terutama misi “pendidikan untuk semua”
maka ‘rumah’ benar-benar dijadikan tempat untuk proses memperbaiki diri, untuk
berkembang menjadi lebih baik bagi semua anggota keluarga.
No comments:
Post a Comment