Wednesday 8 February 2012

SEKS DAN PEMBAGIAN PERAN DALAM PERKAWINAN

Telah Diterbitkan Pada Fiqh Munakahat I, Bimbingan Perkawinan dan Manajemen Rumah Tangga oleh Lembaga Penelitian IAIN SMHB 2011
A. Seks Dalam Perkawinan Islam

      1. Pengertian Tentang Seks

            Seks adalah segala sesuatu tentang kepriaan dan kewanitaan menyangkut masalah anatomi tubuh, kecenderungan-kecenderungan, harapan-harapan dan fantasi dan bentuk keterikatan antara laki-laki dan perempuan. Puncak kedekatan antara laki-laki dan perempuan dalam masalah seks adalah hubungan seksual (sexual intercourse). Hubungan seks antara laki-laki dan perempuan bukan hanya dorongan naluri saja, lebih dari itu hubungan seks melibatkan unsur emosi (rasa cinta) dan tanggung jawab terhadap moral. Yang dimaksud dengan tanggung jawab moral dalam hal ini adalah bahwa hubungan seks tidak boleh dilakukan di luar ikatan perkawinan. Dengan demikian seks juga menyangkut masalah moral. Kebutuhan manusia akan seks selayaknya disalurkan melalui sebuah legalitas agama dan masyarakat (negara). Hubungan seks seringkali dikaitkan dengan perasaan cinta dan  dilakukan untuk memperoleh keturunan dalam sebuah perkawinan. Dengan demikian hubungan seksual dapat diartikan sebagai penyaluran nafsu seksual dengan legal (melalui perkawinan) dilandasi dengan rasa cinta, untuk mengemban tugas alam (reproduksi). Tetapi hubungan seksual adakalanya dilakukan hanya didorong oleh nafsu seksual semata seperti dalam pelacuran dan perkosaan atau hanya dilandasi cinta tanpa ikatan perkawinan seperti dalam perzinaan dan peselingkuhan. Kedua kasus ini dianggap amoral karena karena tidak memiliki legalitas agama ataupun norma masyarakat.
            Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, dimana norma agama dan adat ketimuran masih dipegang teguh , hubungan seksual di luar nikah dianggap perilaku tidak bermoral. Kondisi ini berbeda dengan kehidupan sebagian besar negara-negara Barat yang menerima hubungan seksual di luar nikah sebagai sesuatu yang wajar.
            Pembicaraan tentang seks di masyarakat Indonesia dilakukan dengan cara yang tertutup, karena seks masih dianggap tabu untuk dibicarakan secara terbuka. Hal ini berpengaruh pada bagaimana orang tua dan lembaga pendidikan memberikan informasi tentang pendidikan seks. Tetapi dengan perkembangan jaman yang ada maka informasi tentang seks mau tidak mau harus diberikan kepara para remaja, justru untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti hubungan intim di luar nikah, penyakit kelamin dan sebagainya. Jika informasi tentang seks tidak diberikan oleh lembaga yang terkait (keluarga dan sekolah) para remaja akan mencari sendiri dari buku-buku, internet atau melalui pergaulan. Jika hal ini terjadi, para remaja mungkin saja mendapat informasi yang keliru tentang seks.
Sejauh mana aspek seksual berpengaruh pada kondisi perkawinan? Memang masalah seksual hanya merupakan salah satu aspek saja dari berbagai aspek yang ada dalam perkawinan. Tetapi bukan berarti masalah seksual tidak mendapat perhatian penting . Hannah dan Stone dalam bukunya A Marriage Manual menyatakan bahwa masalah-masalah rumah tangga dipengaruhi secara langsung maupun tidak langsung oleh disharmonisasi seksual dan bahwa masalah seksual memainkan peranan penting dalam kepuasan perkawinan[1]. Semua kebutuhan-kebutuhan yang ada pada diri manusia pada dasarnya menghendaki pemenuhan. Demikian juga dengan kebutuhan seksual. Setiap manusia normal memiliki dorongan seksual dan menghendaki pemenuhan kebutuhan seksual tersebut. Dorongan seksual yang ada pada diri setiap orang berbeda-beda. Ada yang memiliki dorongan seksual yang tinggi ada pula yang memiliki dorongan seksual yang rendah. Tetapi kadangkala penilaian apakah seseorang memiliki dorongan seksual yang tinggi atau rendah  ditentukan oleh bagaimana keadaan pasangannya seperti diungkapkan oleh Hastin “A Person oversxed or undersexed only in comparison to a spesific sexual partner”[2]. Setiap pasangan yang akan melakukan hubungan seksual, harus didahului oleh dorongan seksual atau gairah seksual. Gairah atau minat seksual akan memberikan rangsangan pada laki-laki sehingga alat genitalnya mengalami ereksi (penis tegang). Pada saat itulah laki-laki siap untuk melakukan hubungan seksual (koitus). Tanpa ereksi, laki-laki tidak mampu melakukan hubungan seksual. Ketidakmampuan laki-laki untuk ereksi disebut impotensi. Impotensi merupakan masalah seksual yang dapat mengganggu keseimbangan atau keharmonisan perkawinan. Impotensi dapat disebabkan karena faktor psikologis (misal merasa tertekan, benci atau tidak mencintai pasangannya) atau bisa juga karena faktor kesehatan fisik. Perempuan dapat melakukan hubungan seksual sekalipun tidak didahului oleh dorongan atau minat seksual misal dalam perkosaan atau ketika perempuan tidak mencintai pasangannya. Hal ini disebabkan karena perempuan tidak memerlukan ereksi dalam melakukan hubungan seksual.
Bagi laki-laki puncak hubungan seksual terjadi pada saat ejakulasi (keluarnya cairan sperma dari penis). Kadang-kadang ejakulasi terjadi sebelum dikehendaki. Ini merupakan masalah seksual yang disebut dengan ejakulasi prematur (ejakulasi dini). Jika ejakulasi dini seringkali terjadi pada saat melakukan hubungan seksual, maka hal ini akan menimbulkan kekecewaan pada pasangannya. Puncak hubungan seksual pada perempuan terjadi ketika orgasme, yaitu dengan berkontraksinya uterus sehingga kepuasan seksual dicapai. Tercapainya ejakulasi dan orgasme pada setiap pasangan bisa berbeda-beda. Adakalnya ejakulasi dan orgasme dicapai secara bersamaan, kemungkinan juga orgasme terjadi lebih dahulu sebelum ejakulasi. Tetapi jika ejakulasi terjadi lebih dahulu, kemungkinan orgasme akan sulit dicapai, kecuali dibantu dengan stimulasi lain. Setiap melakukah hubungan seksual, ejakulasi selalu terjadi. Tidak demikian halnya dengan orgasme. Tidak semua perempuan dapat mencapai orgasme dalam melakukan hubungan seksual, terutama apabila ejakulasi terjadi lebih dahulu.

      2. Seks Dalam Perkawinan Islam

            Tidak ada satu pun dari unsur kehidupan yang tidak dibahas oleh Islam. Islam membahasnya dalam bentuk anjuran, perintah dan larangan. Ada masalah-masalah yang diatur secara detail oleh Al Qur’an, adapula masalah-masalah yang diatur secara umum saja. Beberapa ayat Al Qur’an dijelaskan kembali secara detail oleh hadist atau penafsiran kembali para ulama.
            Masalah seksual adalah masalah yang penting dalam kehidupan manusia. Seks bukan semata-mata sebuah dorongan dari dalam diri manusia yang menuntut pemenuhan, tetapi seks juga diciptakan sebagai sebuah naluri untuk melahirkan keturunan demi keberlangsungan hidup manusia. Naluri untuk memperoleh keturunan melalui hubungan seksual bukan hanya terdapat pada manusia tetapi juga pada binatang. Hanya saja binatang melakukannya dilatarbelakangi oleh naluri saja sedangkan manusia selalu mengaitkan masalah seks dengan seperangkat aturan/ norma. Perilaku seksual yang dilakukan dengan melanggar norma biasanya dinilai sebagai perilaku tidak bermoral dan melanggar hukum seperti perkosaan dan hubungan seks di luar nikah atau hubungan seks abnormal seperti melakukan hubungan seks dengan pasangan di bawah umur (pedofilia), sodomi, homoseks dan lesbian.
            Karena masalah seksual adalah masalah yang sangat pribadi, maka orang-orang biasanya membahas dengan sangat tertutup. Rasulallah S.A.W. bersabda yang artinya:
 Allah sungguh tidak malu menyampaikan kebenaran ini. Janganlah seorang suami menyalurkan syahwat kepada istrinya lewat duburnya(H.R Ahmad).

 Maksud dari hadist ini adalah bahwa Allah tidak malu untuk mengajarkan kebenaran sekalipun manusia merasa malu mendengarkan apa yang disampaikan tersebut. Jika suami atau istri berbicara tentang hubungan seksual sehingga diketahui oleh umum apa yang mereka lakukan (kata-kata dan perbuatannya) maka haram hukumnya[3].
            Dari Abi Said Rasulallah berkata: Sesungguhnya orang yang paling buruk martabatnya di hari kiamat yaitu laki-laki yang menuangkan air pada istrinya dan istrinya menuangkan air kepadanya, kemudian ia siarkan rahasiannya (istrinya) (H.R Ahmad).

            Islam memberikan beberapa aturan tentang bagaimana seharusnya kehidupan seksual dalam perkawinan Islam. Al Qur’an mengibaratkan istri sebagai ladang bagi suaminya yang harus diperlakukan secara baik.
öNä.ät!$|¡ÎS Ó^öym öNä3©9 (#qè?ù'sù öNä3rOöym 4¯Tr& ÷Läê÷¥Ï© ( (#qãBÏds%ur ö/ä3Å¡àÿRL{ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur Nà6¯Rr& çnqà)»n=B 3 ̍Ïe±o0ur šúüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËËÌÈ  

223. Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman (Q.S. Al Baqarah (2):223)                                            
Rasulallah menjelaskan secara detail tentang bagaimana seharusnya suami bersikap terhadap istri dalam kehidupan seksual. Penjelasan-penjelasan Rasulallah melalui hadist diantaranya adalah:
1.    Bersikaplah lemah lembut jika berduaan dengan istri;
Bila Rasulallah menyendiri dengan istrinya, maka ia merupakan orang yang sangat lembut tertawa dan senyumnya(HR. Ahmad).

2. Memberikan ciuman dan ucapan yang sangat romantis.
Rasulallah bersabda: “Seseorang diantara kamu janganlah sekali-kali menyenggamai istri seperti seekor hewan bersenggama, tetapi hendaklah ia didahului dengan perantaraan.” lalu ada yang bertanya: “Apakah perantaraan itu?” Sabdanya: “Yaitu ciuman dan ucapan (romantis).”(HR. Bukhari dan Muslim).

1.      Didahului dengan cumbuan dan jangan mendadak seperti sabda Rasulallah:
       Rasulallah saw. melarang bersenggama sebelum didahului permainan(HR. Khathib, dari Jabir).

 Jangan terburu-buru melepaskan penis sebelum istri memperoleh kepuasan. Seperti sabda Rasulallah:
            Jika seseorang diantara kamu bersenggama dengan istrinya, hendaklah ia lakukan dengan penuh kesungguhan. Kemudian kalau ia telah menyelesaikan kebutuhannya (puas) sebelum istrinya mendapatkan kepuasan, maka janganlah ia terburu-buru mencabut (penisnya) sampai istrinya menemukan kepuasan (HR. ‘Abdul Razaq dan Abu Ya’la, dari Anas).

2.      Jangan menyenggamai istri di luar tempatnya. Seperti sabda Rasulallah:
Allah sungguh malu untuk menyampaikan kebenaran ini. Janganlah seorang suami menyalurkan syahwatnya kepada istrinya lewat duburnya.(HR. Ahmad).

5. Larangan menyenggamai istri ketika haid.
štRqè=t«ó¡our Ç`tã ÇÙŠÅsyJø9$# ( ö@è% uqèd ]Œr& (#qä9ÍtIôã$$sù uä!$|¡ÏiY9$# Îû ÇÙŠÅsyJø9$# ( Ÿwur £`èdqç/tø)s? 4Ó®Lym tbößgôÜtƒ ( #sŒÎ*sù tbö£gsÜs?  Æèdqè?ù'sù ô`ÏB ß]øym ãNä.ttBr& ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§q­G9$# =Ïtäur šúï̍ÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ  
222. Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

6. Membaca do’a sebelum berjimak (bersenggama).
   Disunatkan membaca bismillah dan Audzubillahiminasyaithani-rajim, ketika hendak berjimak. Rasulallah bersabda:
            Jika seseorang diantara kmu hendak mendatangi isterinya maka bacalah Bismillah Allahuma jannibnaasy-syaithana wa jannibisy-syaithana maa razaqtana. “Jika diantara waktu keduanya ditakdirkan terjadi anak, maka syaitan tidak akan membahayakan anak itu selama-lamanya.(HR Bukhari Muslim dari Ibnu Abbas).

7. Jarak waktu suami menyenggamai istri.
Imam Ghazali dari madzhab Syafi’i menyatakan bahwa sedikitnya suami mendatangi istrinya 4 malam sekali atau sesuai kebutuhan istri dalam memenuhi kebutuhannya. Ibnu Hazm berkata bahwa suami wajib mengumpuli istrinya sedikitnya satu kali setiap bulan jika ia mampu. Ahmad menentukan 4 bulan sekali suami wajib mengumpuli istrinya dan sedikitnya memberikan batas waktu 6 bulan.
            Sedangkan setiap istri harus menyadari bahwa memenuhi kebutuhan seksual suami merupakan hak suami atas istri. Istri yang menolak untuk melakukan hubungan seksual sedangkan ia tidak sedang haid, nifas, berpuasa atau haji dan umroh atau tanpa alasan yang dibenarkan maka ia telah berdosa dan durhaka pada suami. Perlu diketahui bahwa pada umumnya kebutuhan seksual seorang suami lebih tinggi dari istri. Jika dorongan seksual ini tertahan akan mengganggu stabilitas emosi dan ketenangan berfikir. Dalam kondisi seperti ini ada pula kemungkinan suami terjerumus pada perzinaan atau perselingkuhan.

B. Pembagian Peran Dalam Perkawinan

2.      Posisi dan Peran Suami dalam Keluarga

            Ketika seseorang merencanakan untuk melangsungkan perkawinan dengan pasangannya, pada saat itu pula keduanya merencanakan untuk membentuk kelompok baru yang disebut keluarga. Semua bentuk kelompok sosial yang ada dalam masyarakat memerlukan pembagian peran dan tanggung jawab. Selain itu setiap anggota kelompok memiliki hak-hak tertentu atas kelompok. Semua pembagian peran, tanggung jawab dan hak dalam kelompok ditujukan demi mencapai tujuan dan integritas kelompok tersebut. Demikian pula halnya dengan keluarga. Setiap keluarga pasti memiliki tujuan; mengapa pasangan tersebut bersepakat menikah dan membentuk keluarga serta kondisi seperti apa yang ingin mereka capai dalam membentuk keluarga tersebut. Di dalam keluarga pembagian peran dan tanggung jawab merupakan sebuah keharusan.
            Setiap peran yang harus dilakukan individu dalam kelompok berkaitan erat dengan status yang menempatkan individu tersebut pada posisi tertentu dalam struktur kelompok. Dalam struktur hirarkis vertikal sebuah keluarga, “Bapak (suami)” menempati posisi/ status sebagai kepala keluarga yang dituntut untuk dapat melaksanakan peran-peran tertentu. Status atau kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi sesorang dalam suatu kelompok sosial, sedangkan peranan merupakan aspek dinamis dari status[4].
            Di dalam sebuah tatanan masyarakat, suatu status berisikan hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang. Ketika hak dan kewajiban dilaksanakan dengan melibatkan orang lain dalam lingkungan sosialnya, pada saat itulah individu melaksanakan peranan sesuai dengan statusnya. Apabila individu tidak dapat melaksanakan peranan sesuai statusnya maka hal itu disebut konflik peran (conflict of role).
            Di dalam Islam, keluarga merupakan sebuah kelompok sosial yang telah ditetapkan bentukya. Pertama keluarga terbentuk karena proses pernikahan yang didalamnya terdapat ijab kabul antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Kedua secara garis besar Islam menetapkan posisi suami, istri dan anak-anak dalam keluarga. Islam menetapkan posisi laki-laki adalah pemimpin kaum wanita dalam keluarga.
ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$# óOßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$sƒrB  Æèdyqà±èS  ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# £`èdqç/ÎŽôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& Ÿxsù (#qäóö7s? £`ÍköŽn=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# šc%x. $wŠÎ=tã #ZŽÎ6Ÿ2 ÇÌÍÈ  
34. Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka. wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

Dalam tafsir Ibnu Katsir dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan pemimpin (qawwamun) adalah laki-laki sebagai pengatur atau pengontrol jika keliru[5].
            Seorang laki-laki hendaknya memiliki pengetahuan tentang rumah tangga Islam, karena kepemimpinan seorang laki-laki dalam keluarga akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah mengingat istri adalah amanah yang diberikan langsung oleh Allah dan para suami menikahi istrinya dengan menyebut kalimat Allah. Bagaimana seorang laki-laki dapat menjadi pemimpin yang baik dalam keluarga jika ia tidak mengetahui konsep perkawinan Islam, khususnya pengetahuan tentang perannya sebagai seorang suami dan seorang ayah dari anak-anaknya. Selain bertanggung jawab menafkahi istri, suami pun bertanggung jawab membimbing akhlak istrinya. Karena itu sebelum menikah seorang laki-laki harus membenahi dirinya dengan akhlak Islam.  Rasulallah mengajarkan kepada para suami bagaimana cara membimbing istri.
            Dari Abu Hurairah, Rasulallah SAW bersabda: “Nasehatilah para wanita itu baik-baik, karena wanita itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok; dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang teratas. Jika engkau terlalu keras meluruskannya engkau akan mematahkannya. Tetapi jika engkau biarkan tentu akan tetap bengkok. Karena itu berilah nasehat baik-baik kepada para wanita” (HR Bukhari dan Muslim).

Maksud dari hadist di atas adalah bahwa Rasulallah melarang suami melakukan cara-cara yang kasar dalam menasehati dan meluruskan kekeliruan istri. Rasulallah memisalkan dengan “tulang rusuk yang patah” jika suami menasehati istrinya dengan cara yang kasar. Istri akan merasa kebingungan dan frustrasi. Tetapi suamipun jangan bersikap terlalu lunak hingga melemahkan posisi laki-laki sebagai pemimpin keluarga dan membuat istri berbuat seenaknya.
            Peran suami sebagai pemimpin dalam rumah tangga ditetapkan pula dalam UU no.1 tahun 1974 pasal 31 ayat 3. Dalam pasal 34 ayat 1 UU no. 1 tahun 1974 dinyatakan bahwa suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumahtangga sesuai dengan kemampuannya.
Kondisi sosial telah berkembang semakin cepat. Terdapat perubahan dalam beberapa aspek dalam lembaga-lembaga sosial yang ada di masyarakat, termasuk lembaga keluarga. Kini tugas mencari nafkah (keperluan rumah tangga) tidak hanya dilakukan oleh suami tetapi juga oleh istri. Ada beberapa alasan mengapa istri ikut serta dalam mencari nafkah yaitu:
1.      Untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Artinya jika istri tidak ikut serta mencari nafkah maka keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
2.      Untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga. Artinya kondisi ekonomi keluarga sudah mencukupi tetapi untuk meningkatkan taraf kehidupan ekonomi maka istri ikut serta membantu mencari nafkah.
3.      Dengan mobilitas perempuan yang cukup tinggi, peningkatan mutu pendidikan bagi perempuan dan prestise sosial, kadangkala istri merasa perlu untuk mengambil peran di ruang publik dengan bekerja dan menghasilkan uang.
Dengan perubahan peran perempuan yang turut serta mencari nafkah atau dalam kondisi tertentu suami tidak mampu mencari nafkah, apakah ada pengaruhnya terhadap fungsi suami sebagai kepala keluarga? Secara konseptual, perluasan peran istri yang juga turut mencari nafkah tidak serta merta menggeser fungsi suami sebagai pemimpin rumah tangga atau kepala keluarga. Mengapa? Karena kepemimpinan suami dalam rumah tangga tetap akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Inti kepemimpinan suami adalah menjaga dan meningkatkan keimanan anggota keluarganya. Inti kepemimpinan suami dalam keluarga adalah seperti pada firman Allah:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ  
6. Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan(Q.S. At Tahrim (66):6).

Jika istri dan anak-anak memiliki perilaku buruk maka laki-laki sebagai suami dan ayah turut bertanggung jawab atas kondisi tersebut, kecuali jika laki-laki tersebut telah berusaha menjalankan peran-perannya dengan baik dalam keluarga dan perilaku buruk anggota keluarga tersebut bukan disebabkan karena kelalaiannya sebagai pemimpin rumah tangga. Esensi kepemimpinan inilah yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. Sebaliknya Allah akan memberikan pahala dan penghargaan yang tinggi kepada laki-laki yang berusaha dengan keras menjalankan perannya sebagai suami dan ayah. Seperti sabda Rasulallah:
 “Barangsiapa yang menafkahkan hartanya untuk istri, anak dan penghuni rumah tangganya, maka dia telah bersedekah” (HR Thabrani).

Hadist ini menunjukkan bahwa pengeluaran materiil untuk konsumsi anggota keluarga mempunyai nilai ibadah dan orang yang melakukannya mendapat pahala. Tidak ada satupun perilaku yang terlepas dari nilai ibadah. Karena itu seorang laki-laki yang menafkahkan pendapatannya untuk anggota keluarganya akan mendapat penghargaan dari Allah. Setiap nafkah yang diberikan kepada keluarga adalah sedekah. Maka jika seorang laki-laki bersungguh-sungguh dan ikhlas menafkahi keluarganya setiap hari maka sungguh besar nilai sedekah dan pahala bagi dirinya. Selanjutnya tergantung pada niat para suami dalam memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya, apakah dengan itu ia akan menunjukkan kekuasaan yang sewenang-wenang atau ikhlas semata-mata karena Allah dan karena cinta kasih kepada keluarganya.
            Pada konteks masyarakat sekarang, seringkali tanggung jawab ekonomi yang ada pada suami ditafsirkan sebagai ketergantungan ekonomi istri kepada suami yang dapat menyebabkan lemahnya posisi tawar terhadap keputusan-keputusan rumah tangga. Jika tugas mencari nafkah yang diemban oleh suami disadari sebagai sesuatu yang sakral dan memiliki nilai-nilai ketuhanan maka ketidakadilan dalam rumah tangga akan dapat dicegah. Pada dasarnya pemberian nafkah kepada istri bukanlah merupakan ketergantungan ekonomi istri pada suami tetapi justru jaminan sosial ekonomi yang diberikan suami karena tugas-tugas istri yang tak dapat tergantikan seperti hamil, melahirkan, menyusui dan pengasuhan anak-anak serta tugas-tugas domestik lainnya yang menyebabkan istri tidak dapat menafkahi dirinya sendiri.
            Apabila suami tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangga maka istri dibolehkan untuk membantu suami bekerja. Hal demikian dinilai sebagai bentuk hubungan yang saling menolong seperti hadist yang berbunyi:
            Apabila seorang istri menafkahkan makanan rumah tangganya dengan tidak bermaksiat, maka dia mendapat pahala dari apa yang diusahakan, demikian pula suami mendapat pahala dari apa yang diusahakannya, demikian pula pelayan mendapat pahala dan pahala mereka tidak dikurangi sedikitpun (HR. Thabrani).

            Jika istri ikut bekerja mencari nafkah, bukan berarti suami melepaskan tanggung jawabnya sebagai pencari nafkah. Dalam beberapa kasus yang terjadi di masyarakat, istri tidak mendapat mendapatkan nafkah materi dari suami karena dianggap telah memiliki pandapatan sendiri. Sebaiknya ada beberapa hal yang mungkin perlu disepakati oleh suami dan istri dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi rumah tangga yang ada. Kesepakatan ini perlu agar keduanya (suami istri) merasakan keadilan dalam pembagian peran di rumah tangganya. Keterbukaan dalam hal keuangan rumah tangga merupakan satu hal yang sangat penting. Bukankah sepasang suami istri adalah satu tim yang berusaha mewujudkan  sebuah proyek, yaitu keluarga yang stabil dan seimbang, sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan material dan spiritual anggotanya. Maka apapun yang dilakukan dan diusahakan oleh suami dan istri tentunya ditujukan untuk menciptakan bangunan keluarga yang kokoh.

3.      Posisi dan Peran Istri Dalam Keluarga

Sebuah sistem akan berjalan harmonis apabila semua unsur dalam sistem tersebut melaksanakan fungsinya dengan baik. Semua unsur dalam sistem tersebut mempunyai fungsi masing-masing yang saling mendukung demi kestabilan sistem tersebut. Demikian pula halnya yang terjadi dalam sistem keluarga. Masing-masing anggota keluarga (yang merupakan unsur-unsur dari sistem keluarga) memiliki fungsi dan perannya masing-masing yang saling melengkapi. Suami menjadi pemimpin keluarga dan pencari nafkah, istri melahirkan dan menyusui anak-anaknya dan yang terutama adalah menerima kepemimpinan suami. Sebagai istri ia harus menghormati peran-peran suaminya sebagai pemimpin keluarga. Bagaimana cara menerima dan menghormati kepemimpinan suami? Ada beberapa petunjukdari Al Qur’an dan hadist yang bisa menjadi tuntunan bagi istri agar bisa menerima kepemimpinan suami yaitu: Pertama, di dalam Al Qur’an dinyatakan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan.
* ßNºt$Î!ºuqø9$#ur z`÷èÅÊöãƒ £`èdy»s9÷rr& Èû÷,s!öqym Èû÷ün=ÏB%x. ( ô`yJÏ9 yŠ#ur& br& ¨LÉêムsptã$|ʧ9$# 4 n?tãur ÏŠqä9öqpRùQ$# ¼ã&s! £`ßgè%øÍ £`åkèEuqó¡Ï.ur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ 4 Ÿw ß#¯=s3è? ë§øÿtR žwÎ) $ygyèóãr 4 Ÿw §!$ŸÒè? 8ot$Î!ºur $ydÏ$s!uqÎ/ Ÿwur ׊qä9öqtB ¼çm©9 ¾ÍnÏ$s!uqÎ/ 4 n?tãur Ï^Í#uqø9$# ã@÷VÏB y7Ï9ºsŒ 3 ÷bÎ*sù #yŠ#ur& »w$|ÁÏù `tã <Ú#ts? $uKåk÷]ÏiB 9ãr$t±s?ur Ÿxsù yy$oYã_ $yJÍköŽn=tã 3 ÷bÎ)ur öN?Šur& br& (#þqãèÅÊ÷ŽtIó¡n@ ö/ä.y»s9÷rr& Ÿxsù yy$uZã_ ö/ä3øn=tæ #sŒÎ) NçFôJ¯=y !$¨B Läêøs?#uä Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# $oÿÏ3 tbqè=uK÷ès? ׎ÅÁt/ ÇËÌÌÈ  
233. Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan(Q.S. Al Baqarah (2):233).

Laki-laki diberi tanggung jawab sebagai pemimpin dalam keluarga, maka Allah telah menciptakan laki-laki sesuai dengan kadarnya sebagai pemimpin keluarga. Kondisi fisik dan psikologis diciptakan sedemikian rupa sehingga telah ada kadar dan potensi laki-laki untuk memimpin keluarganya. Demikian juga tentang perempuan, kondisi fisik, biologis dan psikologisnya diciptakan untuk dapat melahirkan, menyusui serta fungsi pengasuhan anak. Tetapi potensi saja tidak cukup untuk dapat menjalankan peran-peran sosial dalam keluarga. Potensi tersebut harus diasah dan laki-laki serta perempuan harus mempelajari peran-peran tersebut melalui proses sosialisasi. Selain itu mereka harus memiliki seperangkat pengetahuan yang cukup untuk dapat menjalankan peran-perannya dalam keluarga.
            Setiap istri hendaknya memahami bahwa Al Qur’an telah menetapkan bahwa laki-laki adalah pemimpin keluarga. Di dalamnya terdapat hikmah yang besar bagi orang-orang yang beriman. Istri menerima kepemimpinan suami sebagai bentuk keimanannya kepada Allah dan kesadaran memang harus ada seorang pemimpin dalam keluarga. Posisi suami sebagai pemimpin keluarga justru memiliki makna bahwa suami wajib menjamin kehidupan istri lahir dan bathin, karena istri adalah amanah Allah yang diberikan langsung kepada suami. Istri memiliki rahim yang darinya sebuah kehidupan dimulai. Inilah makna inti dari mengapa istri dinilai sebagai amanah dari Allah. Jika suami memimpin dengan baik, memberi nafkah lahir dan bathin, membimbing serta melindungi istrinya berarti ia memelihara sebuah kehidupan yang lahir dari rahim istrinya. Dengan penghargaan yang diberikan Islam terhadap kedudukan istri dalam rumah tangga maka selayaknya istri menerima kepemimpinan suami dengan baik. Kedua, di dalam hadis dinyatakan
            Setiap orang diantaramu adalah penanggung jawab dan setiap orang dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah penanggung jawab atas ummatnya. Ia dimintai tanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang suami penanggung jawab atas keluarganya, ia dimintai tanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang istri penanggung jawab atas rumah tangga suaminya (bila suami pergi), ia dimintai tanggung jawab atas kepemimpinannya. (HR Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi dari Ibnu Umar).

            Bila suami tidak di rumah, maka istri mengambil alih kepemimpinan rumah tangga. Kewajiban utama selama suami tidak di rumah adalah tanggung jawab menjaga harta kekayaan suami dan anak-anak. Segala sesuatu menyangkut keputusan rumah tangga harus melalui ijin atau kesepakatan suami. Hal ini perlu dilakukan demi menghormati kepemimpinan suami sehingga suami tidak merasa diabaikan. Selain itu seorang istri yang baik adalah istri yang menjaga kehormatan dirinya ketika suami tidak di rumah, seperti diriwayatkan dalam sebuah hadist:
Rasulallah bersabda: sebaik-baik istri yaitu yang menyenangkanmu ketika kamu lihat, taat kepadamu ketika kamu suruh, mejaga dirinya dan harta kamu ketika kamu pergi (HR thabrani dari Abdullah bin Salam).

Di dalam Al Qur’an dinyatakan: Wanita-wanita shalihah yaitu yang taat (berdiam di rumah) lagi memelihara kehormatannya ketika suaminya pergi sebagaimana Allah telah memeliharanya.
ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$# óOßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$sƒrB  Æèdyqà±èS  ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# £`èdqç/ÎŽôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& Ÿxsù (#qäóö7s? £`ÍköŽn=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# šc%x. $wŠÎ=tã #ZŽÎ6Ÿ2 ÇÌÍÈ  

34. Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar (Q.S. An Nisaa (4):34).

Para istri memiliki tugas yang lebih berat ketika suaminya pergi. Selain mengambil alih kepemimpinan suami untuk sementara, ia juga harus memelihara kehormatannya, misalnya tidak menerima tamu yang bukan muhrim untuk masuk ke dalam rumahnya. Di dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, tidak mempersilahkan masuk tamu yang datang dianggap tidak sopan. Sebagian masyarakat tidak mengerti bahwa hal ini sangat tidak dianjurkan oleh Islam karena dapat menimbulkan fitnah. Para istri yang bekerja di luar rumah juga hendaknya menjaga pergaulan dengan orang-orang yang bukan muhrim di lingkungan kerjanya. Interaksi yang cukup lama dan intens dalam lingkungan kerja dapat menumbuhkan suasana akrab. Tetapi kadangkala keakraban ini dapat menimbulkan fitnah karena tidak bisa menjaga pergaulan sebagai seorang perempuan yang telah bersuami. Inilah yang sering dilupakan oleh para istri yang bekerja di luar rumah.
            Selain sebagai istri, seorang perempuan memiliki status sebagai ibu bagi anak-anaknya. Apa hakekat seorang ibu? Ibu adalah tanah dimana bagai sebatang pohon, seorang anak tumbuh kembang diatasnya. Jika tanah subur, pohon akan tumbuh dengan baik, berbunga dan berbuah. Tanah akan memeluk akar, akar bersandar pada tanah hingga menjadi sebatang pohon yang kuat, tidak rapuh dan tidak roboh. Maka jadilah ibu sebagai tanah yang baik bagi tumbuh kembang anak.
            Allah telah menentukan kadarnya bagi perempuan untuk menjadi ibu. Bukan hanya karena kondisi biologis sehingga perempuan bisa dibuahi, hamil, melahirkan dan menyusui, tetapi juga seperangkat instrumen lain seperti sifat feminim yang sangat diperlukan dalam fungsi pengasuhan. Sifat feminim yang bersumber dari hormon yang terdapat pada perempuan sangat dibutuhkan oleh seorang bayi yang tidak berdaya. Tanpa adanya figur feminim yang mengasuhnya, maka keberlangsungan hidup manusia tidak dapat berjalan secara sehat[6]. Sifat feminim dikaitkan dengan orientasi emosional yaitu pasif, berkorban untuk kepentingan orang lain, tergantung, afeksi atau pemberi cinta dan pengasuh[7]. Fungsi pengasuhan dengan segala instrumen yang ada pada diri perempuan merupakan tugas yang diberikan Allah demi keberlangsungan kehidupan alam semesta yang seimbang terutama kehidupan manusia itu sendiri.
            Melihat konteks kehidupan sekarang, banyak dari perempuan mengalami perluasan peran sebagai pencari nafkah. Dalam kondisi seperti ini hendaknya dipertimbangkan alokasi waktu agar perannya sebagai ibu dan sebagai perempuan bekerja dapat tertata dengan baik, terutama bagai para ibu yang memiliki anak usia pra sekolah (0-3 tahun). Banyak dari perempuan menyatakan kualitas pertemuan dengan anak lebih penting dari kuantitas pertemuan. Pernyataan seperti ini tidak dapat diterima untuk segala kondisi dan fase perkembangan anak. Bagi anak-anak balita, banyaknya waktu pertemuan justru menunjukkan kualitas pertemuan. Pengasuhan tidak hanya menyangkut hal-hal praktis seperti memberi makan dan bermain, tetapi makna dibalik itu adalah pembentukan kepribadian dasar anak. Yang harus diingat adalah setiap detik interaksi anak dengan orang-orang disekitarnya adalah sebuah proses pendidikan. Berikanlah yang terbaik untuk anak semampu mungkin. Jika dapat memberikan air susu ibu maka jangan diberikan susu formula (susu kaleng). Jika orang tua memiliki waktu cukup untuk anak-anaknya maka habiskanlah kebersamaan yang berkualitas dengan mereka.
            Beberapa perempuan yang sudah berumah tangga mungkin lebih beruntung jika mereka mampu mempekerjakan pembantu rumah tangga. Tetapi yang harus diingat adalah bahwa pengasuhan secara  kualitatif tidak dapat digantikan oleh orang lain karena bersifat sangat pribadi (orientasi personal) dan ada keterlibatan emosi di dalamnya. Hal inilah yang harus dipertimbangkan bahwa ada peran-peran yang tidak dapat tergantikan oleh siapapun, yaitu perannya sebagai ibu yang memiliki fungsi pengasuhan dan pendidikan.
            Kondisi fisik dan psikis seorang ibu sangat berpengaruh terhadap interaksi antar ibu dengan anak. Beberapa kasus kekerasan terhadap anak justru dilakukan oleh ibu kandung. Ibu kandung yang melakukan tindak kekerasan terhadap anak adalah ibu dengan emosi yang labil. Selain karena kondisi ekonomi yang serba kekurangan, mereka juga adalah para istri yang merasa disia-siakan dan diperlakukan semena-mena oleh suami.

3. Posisi dan Peran Anak Dalam Keluarga

            Salah satu tujuan perkawinan adalah melahirkan keturunan. Setiap pasangan yang telah berumah tangga tentu mengharapkan keturunan (anak) yang berkualitas, sehat jasmani dan rohani, cerdas serta menjadi anak yang saleh/ salehah. Melahirkan dan menjadikan anak-anak sebagai pribadi yang berkualitas merupakan sebuah proses mendidik sepanjang kehidupan rumah tangga hingga sang anak dapat hidup mandiri secara sosial ekonomi dan membentuk keluarganya sendiri.
            Satu hal yang perlu diperhatikan oleh setiap laki-laki dan perempuan yang ingin menikah adalah sebuah pemahaman bahwa persiapan pendidikan anak harus dimulai sejak pemilihan jodoh. Dalam hadist dinyatakan:
Dari Asisyah ra: “Pilihlah untuk tempat air mani kamu dan pilihlah orang-orang yang sepadan.

Hadist ini memberi petunjuk bahwa seorang laki-laki yang ingin menikah hendaknya memperhatikan kepribadian calon istri yang nanti akan menjadi ibu dari anak-anaknya. Ia hendaknya memperhatikan kemampuan calon istrinya dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya kelak. Seorang ibu yang memiliki kepribadian/ akhlak yang baik tentunya akan berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang anak-anaknya. Demikian pula halnya jika seorang perempuan akan memilih calon suami, hendaknya diutamakan aspek kehidupan beragamanya sesuai dengan petunjuk Rasul:
Jika kepadamu datang (meminang) seorang pemuda yang kamu senang akan agama dan akhlaknya maka kawinkanlah puterimu dengannya (H.R. Tirmizi).

            Selanjutnya hubungan yang harmonis antara suami dan istri sangat berpengaruh terhadap proses pendidikan anak dalam rumah tangga. Pengaruh ini tidak hanya ketika si anak telah lahir, tetapi juga sejak anak masih dalam kandungan. Perasaan seorang ibu ketika hamil akan berpengaruh terhadap janin. Ketika si ibu merasa senang, pesan biologis kesenangan ini akan ditransmisikan kepada bayi[8]. Penelitian para ilmuwan dalam bidang perkembangan menunjukkan bahwa janin berusia 5 bulan sudah merasakan stimulus dari luar[9].
Jadi selain janin menerima stimulus tentang perasaan si ibu pada usia 5 bulan, janin juga dapat mendengar suara-suara dari luar rahim. Itulah sebabnya lingkungan sosial  (hubungan harmonis dalam keluarga) dapat berpengaruh terhadap kondisi dan stimulasi janin. Dapat dimengerti mengapa seorang ibu hamil yang mengalami tekanan bathin beresiko mengalami keguguran.
            Dengan keyakinan bahwa anak dalam kandungan sudah dapat menerima stimulus dari luar dan dapat dididik, Prof. DR. H Baihaqi AK memberikan petunjuk praktis tentang metode mendidik anak dalam kandungan secara islami seperti metode membaca Al Qur’an untuk ibu hamil serta kegiatan-kegiatan ibadah yang lainnya[10]. Lebih baik lagi apabila kegiatan ibadah ini memiliki pola tertentu (teratur, berkala, rutin) sehingga dapat menjadi stimulus yang baik bagi janin. Kegiatan peribadatan yang sudah terpola misalnya sholat lima waktu. Membaca Al Qur’an dan berzikirpun sebaiknya dilakukan terpola (rutin pada waktu yang telah ditentukan) dan dengan suara yang kira-kira terdengar oleh janin dalam perut ibu.
            Hubungan yang harmonis antara suami dan istri sangat mempengaruhi proses mendidik anak dalam kandungan. Suasana yang tenang dan menentramkan dari lingkungan akan memberikan rangsang positif bagi anak dalam kandungan. Sebaliknya hubungan  yang penuh konflik dan penuh pertentangan dan perselisihan antara suami dan istri merupakan faktor yang tidak menguntungkan dalam upaya pendidikan anak dalam kandungan.
            Hasil penelitian membuktikan bahwa bayi yang diberi stimulasi pralahir, lebih mudah menyesuaikan diri, lebih mudah disusui dan memiliki kemampuan lebih dalam hal bahasa serta mampu menyelesaikan masalah dibanding teman-teman sebayanya yang tidak diberi stimulasi pralahir[11]. Karena itu sangat perlu untuk memahami dan mengusahakan agar  pendidikan anak dilakukan sejak sang bayi masih dalam kandungan. Tentu saja pendidikan yang terbaik bagi anak baik sebelum atau sesudah lahir adalah pendidikan yang islami. Jika metode Barat menyarankan untuk mendengarkan lagu-lagu klasik untuk meningkatkan kemampuan kecerdasan anak dan mengajaknya berbicara dengan cara yang terpola, maka alangkah lebih baiknya orangtua memperdengarkan juga ayat-ayat Al Qur’an, salawat, wirid dan lagu-lagu islami.
            Orang tua memiliki kewajiban membesarkan anak-anaknya sebagai amanat dari Allah. Jadi posisi anak-anak dalam pandangan orang tua adalah sebagai amanah (titipan) dari Allah yang wajib dididik dengan cara menyediakan lingkungan yang sehat bagi tumbuh kembang anak hingga dewasa. Lingkungan sehat yang dimaksud bukan hanya lingkungan fisik tetapi juga lingkungan sosialnya. Anak tidak selayaknya diperlakukan sebagai investasi  yang diharapkan menjamin  kehidupan orang tua di masa depan.
            Pendidikan untuk anak diawali dengan keinginan dari orang tua untuk dapat  menjalankan peran-peranya sebagai seorang ayah dan seorang ibu yang baik. Tidak ada sekolah untuk menjadi orang tua. Tetapi setiap orang senantiasa harus belajar dari pengalaman, dari buku-buku bacaan atau dari diskusi-diskusi yang membahas tentang pendidikan anak. Kesadaran bahwa mereka (orang tua) merupakan figur pertama yang dijadikan contoh oleh anak dalam proses pembentukan kepribadian akan membuat orang tua berusaha menampilkan diri sebagai seseorang yang memiliki kekuatan moral dan spiritual. Memang, orang tua adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Tetapi kesadaran bahwa mereka adalah contoh yang dijadikan referensi oleh anak dalam proses menjadi manusia dewasa, akan mengurangi kelalaiannya dalam menjalankan peran-peran sosialnya.Rasulallah bersabda:
“Jika seseorang memiliki sifat shaleh, maka Allah kelak mengaruniakan atas diri anak-anak dan cucu yang shaleh pula[12].”

Sebaliknya apabila orang tua banyak melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai norma agama, tentu hal ini akan sangat berpengaruh buruh pada anak.
Selain orang tua dan anggota keluarga lainnya, sekolah dan lingkungan pergaulan ikut serta mempengaruhi kepribadian anak. Disini orang tua memiliki peran penting untuk memberi pandangan tentang apa yang terjadi di luar sana. Keluarga dan masyarakat kadangkala memiliki perbedaan dalam menilai apakah sesuatu itu buruk atau baik, misalnya tentang cara berpakaian dan cara bergaul dengan lawan jenis. Tidak mungkin pula orang tua mengurung atau menutup pengaruh luar itu atas diri anak. Anak-anak akan mendapatkan informasi tentang dunia luar dari TV, majalah atau internet yang tak mungkin orang tua mencegahnya. Maka tugas inti dari orang tua dalam mendidik anak adalah bagaimana membentuk kontrol diri si anak sehingga sengan sendirinya anak-anak mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan hal apa saja yang harus dihindari.
Membentuk kemampuan kontrol diri anak tidaklah secepat memberikan pendidikan kursus atau pelatihan. Pembentukan kontrol diri lebih banyak berkaitan dengan proses sosialisasi dan bagaimana sebuah sistem nilai itu dijiwai dan dihayati sehingga membentuk sebuah sikap yang menetap dan membentuk pola perilaku. Dengan demikian diperlukan komunikasi yang intens, rentang waktu yang relatif lama, interaksi yang akrab dan contoh-contoh perilaku yang nyata dari orang tua.  Berikanlah waktu yang cukup untuk anak dan hubungan yang berkualitas sesuai fase perkembangan anak sehingga proses transfer nilai (terutama nilai-nilai agama) dapat berjalan dengan baik.

C. Proses Pendidikan Dalam Keluarga

            Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak-anak. Di dalam rumah seorang anak belajar memahami seperangkat aturan dan pemahaman peran-peran setiap anggota keluarga. Ketika seorang anak lahir, ia belum memiliki kepribadian. Kepribadian anak dibentuk oleh lingkungan, terutama oleh lingkungan keluarganya, seperti dinyatakan dalam hadist:
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan ftrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi (H.R. Bukhari).

            Kepribadian adalah organisasi dari sikap-sikap (predispositions) yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perikelakuan[13]. Jadi kepribadian merupakan sikap-sikap yang untuk selanjutnya menjadi dasar tingkah laku seseorang. Tingkah laku (behavioral) adalah segala sesuatu yang dapat dilihat dan diamati ketika seseorang berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain. Sedangkan sikap (attitude) merupakan kumpulan dari berfikir, keyakinan dan pengetahuan[14]. Jadi sikap belum merupakan tindakan atau aktifitas akan tetapi berupa kecenderungan (pre disposisi) tingkah laku.
            Sejak seorang bayi lahir dimulailah pembentukan sikap ini. Si bayi dalam proses tumbuh kembangnya akan belajar dari lingkungan tentang bagaimana berfikir (cara berfikir), memiliki keyakinan dan memperoleh pengetahuan. Keluarga terutama orang tua hendaknya menyadari bahwa mereka adalah pendidik utama untuk anak-anaknya. Pembentukan sikap tidak bisa diserahkan kepada lembaga pendidikan formal seperti sekolah atau pesantren, karena lembaga ini hanya merupakan faktor pendukung bagi pembentukan sikap anak.
            Pembentukan sikap dan kepribadian tidak cukup hanya mengandalkan lembaga pendidikan formal dengan cara komunikasi satu arah di dalam kelas dengan waktu yang terbatas. Pembentukan sikap lebih dipengaruhi oleh transfer nilai-nilai dengan cara intens dan terus menerus. Selain itu juga, anak-anak sebagai subyek yang dididik, secara sadar atau tidak sadar melakukan proses identifikasi terhadap pendidik. Identifikasi adalah proses dimana individu meniru tingkah laku dan cara berfikir orang lain. Komponen-komponen yang diperlukan dalam pembentukan sikap ini terutama   ada dalam keluarga. Jadi keluargalah yang lebih mempengaruhi pembentukan sikap.
            Dalam proses pendidikan anak di dalam rumah, pembiasaan dan contoh perilaku lebih penting dan lebih efektif dibandingkan serangkaian nasehat. Tetapi nasehat juga sangat perlu untuk membantu anak mengevaluasi lingkungan atau sebuah kejadian. Orang tua menuntun anak untuk menilai apakah sesuatu itu baik atau tidak. Orang tua  harus belajar cara berkomunikasi dengan anak. Jangan sampai nasehat yang diberikan kepada anak malah memberi efek negatif karena cara penyampaian yang keliru, misalnya terkesan mencela, mencemooh atau mengkritik dengan pedas. Orang tua adalah personal yang menjadi model bagi anak untuk dicontoh. Maka ketika orang tua melakukan tindakan tertentu, hal itu akan dijadikan referensi oleh anak. Biarkanlah anak-anak melihat orang tuanya sholat dan mengaji, karena bentuk demonstrasi seperti itu akan lebih mudah dicontoh oleh anak. Sholat berjamaah bersama, megajari anak mengaji dan membacakan dongeng islami sebelum tidur akan terasa lebih bernilai jika semuanya dilakukan besama-sama orang tua. Suasana yang terbangun ketika proses mendidik tersebut memiliki nilai emosional, sehingga proses mendidik akan lebih efektif. Sebuah ilustrasi digambarkan disini:
            Saya seorang Ibu dengan 2 orang anak yang berumur 12 tahun dan 8 tahun. Setiap magrib tiba kami selalu sholat berjamaah. Setelah sholat, anak-anak mencium tangan kami dan kami mencium dahi mereka. Saya mencium tangan suami saya dan ia mencium dahi saya. Setelah itu anak-anak kami ajari mengaji dan hafalan beberapa surat pendek dalam Al Qur’an. Di akhir mengaji kami membacakan satu hadist. Setelah itu kami makan malam bersama. Sambil makan kadang-kadang ada beberapa pertanyaan yang diajukan anak-anak atau cerita-cerita ringan diantara kami.

Dalam suasana keluarga seperti diilustrasikan di atas pembiasaan yang dilakukan kepada anak tentu sangat berpengaruh besar bagi pembentukan kepribadian anak. Di dalamnya tidak hanya terjadi proses pembelajaran tetapi juga keterikatan emosional yang dibalut suasana religius. Dalam suasana keluarga yang religius seperti inilah kontrol diri anak akan terbentuk.
            Apakah ‘rumah’ sebuah tempat yang hanya untuk mendidik anak-anak? Tidak. Rumah adalah tempat untuk mendidik semua anggota keluarga termasuk ayah (suami) dan ibu (istri). Kesadaran bahwa suami adalah kepala keluarga yang wajib membimbing istri dan anak-anaknya akan mengkondisikannya pada usaha yang terus menerus untuk menjadi lebih baik. Sebagai pribadi, seorang laki-laki akan terus memperbaiki dirinya dalam hal komitmen pada keluarga, keterikatan pada moral dan peran-perannya sebagai suami dan ayah. Demikian pula halnya dengan istri, tentu ia harus belajar menerima kepemimpinan suami dan bekerja sama serta saling mendukung. Dengan demikian keduanya (suami-istri) berkembang menjadi lebih baik dalam segala aspek kepribadiannya.
            Dalam hidup berumah tangga, kedewasaan setiap pasangan sangat diuji. Seseorang dikatakan telah dewasa apabila ia memiliki sebuah sistem nilai yang diyakini, mampu bekerja sama, mampu menerima kritik dari orang lain dan memiliki empati. Tanpa karakteristik kedewasaan ini seseorang akan sulit berkembang, apalagi menjalani kehidupan rumah tangga. Mengapa? Karena makna inti dari hidup berumah tangga adalah bersama-sama menjalani kehidupan dalam sebuah landasan nilai-nilai tertentu yang disepakati dan diyakini bersama. Bagaimana kehidupan rumah tangga akan berjalan baik jika salah satu pasangan tidak memiliki kemampuan bekerja sama.
Dalam sebuah keluarga tidak mungkin selamanya hidup tanpa kritik dari pasangan, karena keduanya memiliki harapan satu sama lain. Harapan-harapan dan kekecewaan yang dirasakan masing-masing pasangan perlu dikomunikasikan dengan cara yang tepat, sehingga keduanya dapat saling bertenggang rasa dan saling menyesuaikan. Seorang laki-laki yang sudah berumah tangga pernah menyatakan:
 Terkadang kita lupa dengan komitmen kita pada keluarga dan lupa dengan tujuan perkawinan karena tergilas oleh rutinitas yang padat, perbedaan pendapat antara suami-istri dan tekanan-tekanan emosional lainnya. Selanjutnya rasa kecewa atau merasa kurang dihargai oleh pasangan menjadi alasan utama untuk perselingkuhan atau bentuk kompensasi-kompensasi lainnya. Suami dan istri mencari pembenaran atas kompensasi-kompensasi yang mereka lakukan. Menghindari kejadian-kejadian seperti itu, saya selalu memaknai realitas sehingga kesadaran akan tujuan-tujuan ideal itu selalu hangat di benak saya. Ketika saya kelelahan dalam rutinitas keseharian, saya menulis beberapa kalimat untuk istri saya: “lelahku, lelahmu ada maknanya yaitu cinta. Visi kita adalah kebersamaan. Misi kita (dalam keluarga) adalah pendidikan untuk semua. Dan semua yang kita lakukan adalah sakral dan semata-mata ibadah”.

Dengan kesadaran seperti ini, terutama misi “pendidikan untuk semua” maka ‘rumah’ benar-benar dijadikan tempat untuk proses memperbaiki diri, untuk berkembang menjadi lebih baik bagi semua anggota keluarga.

No comments:

Post a Comment