Telah dimuat pada Jurnal ADIL Jurnal Hukum dan Hak Azasi Manusia. Pusat Studi Hukum dan Hak Azasi Manusia (center for law and human right institute), Fakultas Syari'ah dan Ekonomi Islam IAIN SMH Banten.
Wazin
wazin-baihaqi.blogspot.com
Abstrak
Perempuan membutuhkan keamanan ekonomi dan kemandirian untuk
meningkatkan kesempatan mereka dalam menjalani kebebasan hidup dan bebas dari
kekerasan dalam hubungan. Mitos peran pada perempuan yang bergerak dalam peran
reproduksi dengan lingkup tanggung jawab mengurus rumah tangga memungkinkan
untuk direkonstruksi ke arah peran yang lebih produktif sehingga perempuan
mampu membangun kemandirian ekonominya. Kemandirian perempuan bertujuan untuk
mengintegrasikan perempuan dalam pembangunan suatu negara. Selama ini, pembagian
kerja yang menempatkan perempuan pada pekerjaan domestik dan laki- laki pada
pekerjaan publik menimbulkan persoalan ketidakadilan terhadap perempuan.
Perempuan menjadi bergantung pada laki-laki karena pekerjaan domestik yang
menghabiskan waktu bahkan sepanjang hidup perempuan tanpa upah. Ketergantungan
perempuan pada laki-laki dapat dikurangi dengan menempatkan perempuan secara
proporsional. Perempuan harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi
dan memiliki penghasilan sehingga ketimpangan peran antara laki-laki dan
perempuan tidak terjadi lagi serta kemandirian perempuan wilayah ekonomi
domestik dapat tercapai.
Kata kunci : Kemandirian,
Ekonomi, Perempuan, Domestik
A.
Pendahuluan
Perempuan
membutuhkan keamanan ekonomi dan kemandirian untuk meningkatkan kesempatan
mereka dalam menjalani kebebasan hidup dan bebas dari kekerasan dalam hubungan.
Upaya-upaya individu, kolektif masyarakat, lembaga dan pemerintah diarahkan
untuk kemandirian ekonomi perempuan dan keamanan dapat mempercepat laju
kesetaraan perempuan. Selain itu, pendekatan yang unik dapat mengatasi keamanan
ekonomi dan kemandirian kebutuhan perempuan.
Kemandirian
ekonomi mengacu pada suatu kondisi di mana individu perempuan dan laki-laki
memiliki akses mereka sendiri ke
berbagai peluang ekonomi dan sumber daya agar mereka dapat membentuk kehidupan
mereka dan dapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan orang-orang dari
tanggungan mereka. Dalam konteks kemandirian ekonomi, harus diakui bahwa perempuan adalah pemain
ekonomi yang berkontribusi terhadap kegiatan ekonomi dan harus dapat manfaat
dari itu atas dasar yang sama dengan laki-laki.[i]. Kemandirian
merupakan suatu sikap mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi
berbagai masalah, demi mencapai satu tujuan tanpa menutup diri terhadap
berbagai kemungkinan kerjasama yang saling mengutamakan.[ii].Dalam
pengertian sosial atau pergaulan antara sesama manusia (kelompok, komunitas),
kemandirian juga bermakna sebagai organisasi diri (self organization)
atau managemen diri (self management), unsur-unsur tersebut saling
melengkapai, sehingga muncul suatu keseimbangan. Jadi proses kemandirian adalah
proses yang tanpa ujung.
Dalam konteks
pembangunan, sikap mandiri harus dijadikan tolak ukur keberhasilan, yakni apakah
rakyat atau masyarakat menjadi lebih mandiri atau malah semakin bergantung.
Jadi Kemandirian Ekonomi adalah kemampuan diri sendiri dalam mengatasi
masalah-masalah yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan pokok hidup manusia
untuk mencapai tujuan hidup yang sejahtera[iii]. Perempuan harus
dihargai dan diakui atas kontribusi mereka dalam kehidupan keluarga, dalam
membesarkan dan mendidik anak, menyiapkan generasi muda yang maju dan kreatif,
serta mandiri secara ekonomi. Perempuan juga membutuhkan sumber daya ekonomi
untuk membuat pilihan hidup yang lebih baik untuk diri mereka sendiri dan
anak-anak mereka.
B.
Pembagian Peran dalam Wilayah
Domestik
Pembagian peran di rumah tangga pada umumnya
menempatkan laki-laki berada di wilayah publik (mencari nafkah), sementara
perempuan berada di wilayah domestik (mengelola rumah tangga dan mengurus
anak). Situasi ini merupakan konstruksi sosial yang telah berjalan konstan dan
jarang dipertanyakan atau digugat oleh banyak orang.
Disadari atau tidak, pembagian peran tersebut
dapat melahirkan ketidakseimbangan status ekonomi, sehingga membentuk
kecenderungan laki-laki sebagai pemberi dan perempuan sebagai penerima. Lebih
jauh, pembagian peran ini dapat menjadi pemicu lahirnya benih-benih perendahan
martabat perempuan yang tak jarang berakhir pada tindakan KDRT. Karena, tidak
menutup kemungkinan tuntutan-tuntutan ekonomi istri terhadap suami seringkali
mengarah pada situasi pertengkaran dan kekerasan.
Konstruksi pembagian peran dalam rumah tangga
ini secara legal diikat dalam UU Perkawinan No 1 Tahun 1974, Pasal 31 (ayat 3),
yaitu “suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga”. Penempatan
posisi tersebut sebenarnya dapat manjadi justifikasi pembatasan peran
perempuan, baik scara struktural maupun kultural di masyarakat. Konstruksi ini
menurut saya merupakan bentuk domestifikasi perempuan yang harus direvisi
ulang.
Mitos peran yang disematkan pada perempuan
sebagai ibu rumah tangga, dengan peran pengasuhan, perawatan, pendidikan,
pengadaan makanan, merawat rumah, tidak tertutup kemungkinan untuk
direkonstruksi ulang. Kekhawatiran tentang perempuan berkarir, yang lantas
berimbas pada penelantaran anak dan keluarga tentu tidak sepenuhnya benar.
Bukti empiris menunjukkan, perempuan yang mempunyai profesi strategis di masyarakat
seperti, dosen/guru, pengacara, menteri, dan lain-lain tentu tetap mampu
memperhatikan keluarga dan anak-anaknya. Pada titik ini, bukan berarti bahwa
setiap perempuan akan diarahkan untuk menjadi perempuan karir, namun harus mampu
membangun kemandirian ekonominya masing-masing.
Meskipun suami merupakan kepala rumah tangga
yang mempunyai kewajiban memberi nafkah kepada keluarga, namun bukan berarti
perempuan tidak dapat memperoleh kebebasan untuk mendapatkan akses ekonomi
secara independen. Kemandirian perempuan dalam bidang ekonomi akan membebaskan
perempuan dari ketergantungan ekonomi terhadap laki-laki, sekaligus sebagai
perisai perempuan atas kekerasan dengan latar belakang ketergantungan ekonomi.
Masih banyak fenomena KDRT yang menimpa perempuan, namun karena alasan
ketergantungan ekonomi, akhirnya korban hanya diam dan mengalah pada keadaan.
Kemandirian
ekonomi perempuan ini bukan dalam rangka memunculkan otoritas tanding (counter
culture) perempuan terhadap laki-laki, namun menjadi bagian dari implementasi
konsep women and development (perempuan dan pembangunan). Konsep ini secara
umum bertujuan untuk mengintegrasikan perempuan dalam pembangunan. Hal ini
dapat ditunjukkan melalui kiprah dan kontribusi perempuan dalam aspek sosial,
ekonomi, politik, pendidikan, dan kesehatan dalam sebuah negara.[iv]
Kemiskinan
bukanlah fenomena musiman yang begitu saja muncul, tetapi ini merupakan proses
panjang dan menyatu dalam kehidupan perempuan. Perempuan terlahir dengan
kondisi yang sangat dilematis, disisi satu perempuan dituntut harus dapat
berperan disemua sektor, disisi lain perempuan juga tidak dapat melupakan
kodratnya. Kemiskinan membuat para perempuan bertanya-tanya apakah boleh
seorang perempuan bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari?
C.
Pengembangan Potensi Perempuan
Dalam Islam tidak ada larangan bagi laki-laki
atau perempuan untuk bekerja, baik di dalam ataupun di luar rumah, Dalam
Surat An-Nahl 97 menyebutkan bahwa Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh,
baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan
kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan. Ditekankan dalam ayat Ini bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam
mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman.
Surat al-Qashash,ayat-23-28, juga dikisahkan
mengenai dua puteri Nabi Syu’aib as yang bekerja menggembala kambing di padang
rumput, yang kemudian bertemu dengan Nabi Musa as. Pada literatur fikih juga
secara umum tidak ditemukan larangan perempuan bekerja, selama ada jaminan
keamanan dan keselamatan, karena bekerja adalah hak setiap orang. Sesungguhnya
wanita muslimah memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam dan pengaruh yang besar
dalam kehidupan setiap muslim.
Kemandirian suatu bangsa tak lepas dari
keterlibatan perempuan. Perempuan dinilai
lebih mandiri, teliti, mempunyai perhitungan yang tepat dalam membangun
kemandirian, baik kemandirian dalam berumah tangga maupun negara. Untuk itu
peranan perempuan terhadap kemandirian suatu bangsa patut dipertimbangkan.
Membangun kemandirian itu tidak mudah, memang perlu proses yang cukup lama,
tapi jika semua pihak mempunyai niat dan mau, kemandirian itu sudah di depan
mata. Untuk itu perempuan merupakan elemen yang penting dalam membangun
kemandirian suatu negara. Di Indonesia telah terjadi suatu gebrakan luar biasa
yang sangat mengejutkan sejak R.A.Kartini muncul dengan memperjuangkan hak-hak
kaum perempuan dan emansipasi perempuan untuk negeri, dimana zaman dahulu
perempuan tidak boleh bekerja, dan hanya didalam rumah saja, tidak boleh
mendapat pendidikan, dan hanya mengurus anak.
Zaman demokrasi yang penuh emansipasi sekarang
ini, perempuan mempunyai andil yang besar dalam membangun kemandirian Indonesia
yang tangguh. tanpa kita sadari banyak perempuan Indonesia memiliki kecerdasan
dan kepintaran yang tidak kalah dari kaum laki-laki, hanya saja belum adanya
kepercayaan terhadap perempuan untuk menggerakkan sektor perekonomian Indonesia
secara merata dan menyeluruh, kalaupun ada, perempuan masih ditempatkan di
bawah laki-laki.
Kerja mempunyai manfaat positif secara
psikologis bagi perempuan . Bekerja bagi perempuna, selain dapat membangun
kemandirian ekonomi juga akan meningkatkan harga diri dan pemantapan rasa
percaya diri dan kebahagiaan, Selain itu dengan bekerja, perempuan dapat
memenuhi kebutuhan sosialnya dan dapat meningkatkan
skill dan kompetensi. Untuk itu, seorang perempuan dituntut untuk secara
kreatif menemukan segi-segi yang bisa dikembangkan demi kemajuan dirinya.
Peningkatan skill dan kompetensi yang terus menerus akan mendatangkan nilai
lebih pada dirinya sebagai seorang perempuan pekerja, selain rasa percaya diri
yang mantap.[v]
Peran perempuan
yang selama ini hanya memainkan fungsi reproduksi dengan lingkup tanggungjawab
mengurus rumah tangga semata, kini bergeser ke arah peran yang lebih produktif.
Perempuan di era modern harus mampu membangun kedaulatan ekonominya sendiri.
Banyak sekali sektor yang dapat dimanfaatkan oleh perempuan untuk membangun
kemandirian ekonominya. Salah satunya misalnya melalui industri rumahan (home
industry), seperti bisnis kerajinan tangan, menjahit pakaian, bisnis makanan,
catering, bisnis kue-kue, membangun kelompok usaha bersama, atau menjajaki
kemungkinan pekerjaan di sektor informal lainnya. Usaha mikro yang dikelola
perempuan tersebut disadari atau tidak akan berdampak pada ketahanan dan
kemajuan ekonomi sebuah negara. Ini terbukti bahwa usaha mikro mampu
menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi 1997, juga krisis keuangan global
2008 yang juga berdampak sistemik terhadap perekonomian Indonesia. Tentu amat
disayangkan, jika melihat potensi dan kuantitas perempuan yang begitu besar
namun tidak diberdayakan menjadi tenaga produktif. Perempuan produktif
merupakan istilah yang dilekatkan pada perempuan yang telah mampu memberi
kontribusi secara ekonomi baik pada dirinya sendiri, keluarga maupun negara.
D.
Kemandirian Ekonomi Perempuan
Salah satu
masalah yang menghimpit bangsa Indonesia yang hingga saat ini belum
terselesaikan adalah masalah kemiskinan. Upaya penghapusan kemiskinan di negeri
ini tak akan pernah bisa berjalan efektif jika tidak disertai dengan komitmen
penghapusan dikriminasi gender dengan memberi ruang bagi perempuan untuk
menjadi lebih produktif. Kemandirian
ekonomi perempuan pada suatu negara akan berdampak pada peningkatan kualitas
kehidupan, kesehatan, pendidikan, dan kebahagian pada negara tersebut.[vi]
Kebanyakan di negara berkembang, termasuk di Indonesia, persoalan
perempuan lebih banyak berkutat pada problem himpitan ekonomi, praktek
diskriminasi, ketimpangan struktur
sosial-budaya masyarakat, minimnya akses layanan kesehatan, kesenjangan layanan
pendidikan, kecilnya kesempatan dalam kegiatan publik dan politik, rendahnya
kualitas hidup, dan masih tingginya tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Alquran
menggambarkan bahwa perempuan memiliki hak untuk dapat berpacu menggapai
beragam kemandirian. Baik kemandirian dalam bidang politik, ekonomi, menentukan
pilihan-pilihan pribadi, maupun dalam menyerukan dakwah amar ma’ruf nahi
munkar, dalam belajar, serta beragam bentuk kemandirian lain. Sejarah
mencatat banyak perempuan-perempuan mandiri pada masa Rasulullah.
Perempuan-perempuan saat ini perlu mempunyai kemandirian. Mandiri bukan berarti hidup
sendiri tanpa membutuhkan campur tangan orang lain dalam proses hidupnya,
dibutuhkan peran orang lain dalam porsi sewajarnya. Mengingat manusia adalah
mahluk sosial yang saling bersimbiosis mutualisme.[vii]
Tiga jenis kemandirian perempuan yang perlu
diberdayakan adalah, pertama, kemandirian ekonomi. Mandiri dalam konteks
ini berarti memiliki kemampuan ekonomi yang produktif. Perempuan dapat
melakukan kegiatan ekonomi untuk mencari tambahan pemasukan bagi dirinya
sendiri atau keluarga. Hal ini dimaksudkan agar perempuan dapat memiliki
keterampilan hidup guna menolong dirinya sendiri dan tidak bergantung
sepenuhnya pada suami.
Kedua, kemandirian intelektual. Mandiri dalam konteks
ini berarti perempuan mamapu beraktualisasi dengan memanfaatkan intelektualnya
untuk memiliki eksistensi. Dengan demikian, meski perempuan secara ekonomi
bergantung pada suami, tapi perempuan secara mandiri dapat eksis untuk memberi
kontribusi bagi masyarakat dan lingkungan.
Ketiga, kemandirian sikap. Mandiri dalam konteks ini
berarti perempuan memiliki kemampuan untuk memilih sikap terhadap berbagai
soalan kehidupan. Perempuan menjadi partnership yang setara dengan suami
untuk menyampaikan pendapat, opsi, maupun solusi. Dengan demikian, perempuan
menjadi penyeimbang sekaligus mitra sejajar bagi suami dalam mengarungi rumah
tangga.[viii]
Prinsipnya
kemandirian itu tidak berjenis kelamin. Ia tergantung potensi dan bakat yang
dimiliki seseorang. Persoalannya terletak pada sejauh mana kemampuan mereka
untuk mengaktualisasikan potensi dan bakatnya. Seorang perempuan sangat mungkin
kemandiriannya menyerupai atau bahkan melampaui laki-laki, begitupun
sebaliknya. Ironisnya, mengapa pandangan yang meletakkan kedudukan sosial
perempuan di bawah laki-laki masih banyak berkembang? Perempuan seringkali
dipandang makhluk nomor dua yang kualitasnya berada di bawah laki-laki.
Pandangan seperti ini acapkali tidak hanya tertanam di benak laki-laki,
melainkan juga ada perempuan. Ini karena internaliasi kultur patriarki yang
sangat dominan sehingga menyebabkan
terjadinya subordinasi perempuan.
Doktrin
agama yang misoginis juga turut menghambat kemandirian perempuan. Meskipun
sebenarnya banyak juga teks keagamaan yang mendorong adanya relasi yang tidak
mendiskriminasikan perempuan, namun hal ini tidak cukup populer di dalam masyarakat. Negara terkadang masih meletakkan perempuan
dalam posisi yang diskriminatif, misalanya tentang perlindungan negara atas buruh migran dan pekerja
rumah tangga yang masih sangat minim. Dalam
ayat (1) dan (2) pasal 27 UUD 1945 bagaimana setiap warganegara baik laki-laki
maupun perempuan memiliki persamaan hak baik di dalam hukum dan pemerintahan
maupun akses terhadap lapangan pekerjaan yang layak. Tentu juga masih banyak
instrumen hukum lain yang semestinya dapat menjadi payung keadilan bagi
perempuan.
Rrelasi antara perempuan dan laki-laki dalam
semua lini harus dibangun atas prinsip keadilan dan saling menghormati satu
sama lain. Sebuah relasi yang berdiri tanpa bingkai diskriminasi. Relasi
semacam inilah yang memungkinkan terjadinya harmoni sosial.
Pembagian
kerja yang menempatkan perempuan pada pekerjaan domestik dan laki- laki pada
pekerjaan publik menimbulkan persoalan ketidakadilan terhadap perempuan.
Perempuan menjadi bergantung pada laki-laki karena pekerjaan domestik yang
menghabiskan waktu bahkan sepanjang hidup perempuan tanpa upah. Ketergantungan
perempuan pada laki-laki dapat dikurangi dengan menempatkan perempuan secara
proporsional. Kemandirian perempuan adalah hak perempuan untuk berpendapat ikut
memutuskan atau menentukan persoalan-persoalan yang ada dalam rumah tangga.
Jadi jelas maknanya bahwa perempuan bukan sekadar konco wingking tetapi
harus diposisikan sebagai mitra sejajar yang memiliki kedudukan yang setara
dalam suka maupun duka. Dengan demikian perempuan harus diajak berbicara,
berembug, bermusyawarah dalam semua persoalan. Tentu saja hal itu harus
dilakukan secara timbal-balik dan secara terbuka.
Kemandirian merupakan kemampuan untuk membawa
perempuan sebagai manusia yang memiliki nilai hidup sendiri didalam masyarakat.
Kemandirian dapat terwujud apabila terdapat pengakuan atas manusia akan
kemanusiaanya. Perubahan tersebut dapat dilakukan melalui konstruksi lingkungan
sosial budaya maupun berasal dari diri perempuan sendiri. Kemandirian merupakan
konsep penting karena mempunyai kemampuan untuk membawa perempuan pada manusia
yang memiliki hidup sendiri dalam masyarakat. Kemandirian atau otonomi
merupakan salah satu ciri eksistensi manusia, sebagai bentuk pengakuan
kemandirian seseorang. Orang dikatakan mandiri apabila mempunyai harga diri,
merdeka dan swasembada serta mempunyai keberanian. Mandiri berarti mampu
menentukan kehendak dan ide serta tujuannya sendiri; dapat mewujudkan semua
atas kemampuan sendiri dan tidak akut akan ancaman atau serangan dari phak
lain. Kemandirian berarti seeorang tidak tergantung kepada orang lain.
Istilah
kemandirian dengan pengertian tidak bergantung kepada orang lain sebenarnya dapat
menimbulkan kerancuan, jika kemandirian perempuan diartikan sebagai perempuan yang tidak membutuhkan peran dan
bantuan laki-laki. Dalam contoh yang lebih konkrit misalnya kemandirian perempuan sebagai istri mempunyai
makna bahwa istri mengetahui dan dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan
dalam pemecahan persoalan yang dihadapi dalam rumah tangganya.
Perempuan
akan mencapai kemandirian apabila perempuan bekerja dan melakukan pekerjaan
yang menghasilkan upah, sehingga pendapatan yang diperoleh dapat diputuskan
sendiri penggunaannya. Perempuan dikatakan mandiri apabila dalam berperan
sebagai istri berkaitan dengan pendidikan dan perawatan anak serta pekerjaan
rumah tangga diatur bersama suami bukan hanya dibebankan kepada perempuan
sebagai istri. Perempuan mandiri dalam melakukan pekerjaan domestik tidak
dilakukan sendirian apabila perempuan tersebut turut mencari nafkah tidak
menjalankan peran ganda bahkan multiple role sendirian. Pekerjaan
domestik dianggap sebagai kepanjangan tugas reproduksi seperti merawat dan
membimbing anak, menyediakan makan dan pendidikan anak dapat dilakukan
laki-laki dan perempuan, demikian pula pekerjaan publik bukan hanya tanggung
jawab laki- laki. Perempuan juga mempunyai hak untuk melakukan pilihan
pekerjaan tersebut. Pembagian kerja yang menempatkan perempuan melakukan
pekerjaan domestik sendirian dimana perempuan harus bekerja guna memperoleh
pendapatan, akan menjadi kendala bagi
perempuan didalam mengembangkan potensi dirinya.
Ketimpangan pembagian kerja laki-laki mencari
nafkah perempuan bekerja tidak berupah menimbulkan dominasi atau penguasaan
ekonomi oleh laki-laki terhadap perempuan. Perempuan yang memiliki kesempatan
mengembangkan potensi dirinya sehingga tidak bergantung pada laki-laki dengan
mempunyai pendapatan sendiri perempuan menjadi mandiri secara ekonomi.
Kemandirian perempuan dalam rumah tangga ditentukan keterlibatan dalam
pengambilan keputusan tentang makanan dan hidangan apa yang dibeli dan harus
dihidangkan untuk keluarga, kebebasan menata kekayaan rumah tangga termasuk
pembelian peralatan rumah tangga, dan kebebasan memperoleh kesempatan bekerja
diluar rumah.
E.
Penutup
Peranan
perempuan dalam ekonomi dan pengeluaran rumah tangga belum tentu menunjukkan
tingginya status dan kekuasaan perempuan. Berarti kemandirian perempuan bukan
hanya ditentukan oleh peran perempuan dalam pengelolaan ekonomi rumah tangga.
Perluasan kesempatan perempuan melakukan interaksi di luar rumah tangga besar
kemungkinan bagi perempuan dapat mengembangkan potensi dirinya. Perempuan yang
memperoleh pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan perempuan sendiri atau membantu
untuk kebutuhan rumah tangga dapat menjadikan perempuan mandiri secara ekonomi.
Meskipun kemandirian ekonomi tidak selalu terkait dengan kemandirian dibidang
lain. Kemandirian perempuan tidak hanya ditentukan oleh status sosial dan
status ekonomi yang dimiliki perempuan dalam rumah tangga. Meskipun demikian
partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi memungkinkan perempuan memiliki
kemandirian.
Sumbangan
ekonomi perempuan di rumah tangga merupakan kekuatan yang memungkinkan
perempuan berperan dalam pengambilan keputusan di berbagai aspek kegiatan rumah
tangga serta lingkungannnya. Meskipun penguasaan terhadap beberapa sumberdaya
oleh perempuan tidak serta merta berkorelasi positif terhadap kekuasaan
perempuan di rumah tangganya. Kemampuan perempuan memperoleh pendapatan dapat
membawa perempuan memiliki kemandirian mengelola pendapatannya tetapi tidak
secara langsung menguatkan posisi tawar perempuan di rumah tangga. Perempuan
dengan kemampuan ekonomi yang dimiliki membuka kesempatan untuk memilih
pekerjaan di rumah tangga sendiri atau dilakukan oleh orang lain dengan cara
memberi upah. Kemampuan ekonomi yang dimiliki perempuan dengan mempunyai
pendapatan sendiri akan membuka peluang perempuan dapat berkiprah secara luas
di luar rumah tangga mau pun dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
No comments:
Post a Comment